Tulisan saya paling banyak masuk di rubrik Opini. Hal itulah yang membuat saya dikenal, malah dianggap pakar. Tidak dimungkiri, banyak nulis semakin dikenal. Pada kesempatan lain, tulisan saya pernah dimuat di rubrik Teropong, Sorotan, Metropolitan, Humaniora, Anak-anak, dan Muda.
Keberadaan halaman Kompas semakin tergerus sejak tumbuh internet dan media daring. Akibatnya tentu saja banyak rubrik hilang. Pada akhirnya hanya rubrik Opini yang masih terbuka untuk penulis luar.
Hanya Kompas masih punya media daring. Jadi kalau tulisan kita tidak dimuat di Kompas cetak, kemungkinan dimuat di kompas daring. Buka saja kompas.id.
Sayang sejak dua tahun lalu waktu saya terbatas. Saya harus jadi MC alias Momong Cucu. Menulis buat saya sebenarnya candu. Makin sering menulis, makin sering membaca. Selain itu sebagai terapi kesehatan karena tangan bergerak untuk mengetik dan pikiran berjalan untuk merangkai kata-kata.
Kalau sudah hobi menulis yah saya lakukan saja, meskipun tanpa honorarium seperti di Kompasiana ini. Yang penting masyarakat tercerdaskan. Beberapa tulisan yang dikembalikan oleh Kompas, sering saya masukkan ke Kompasiana loh. Demikianlah pengalaman menulis di Kompas, koran bergengsi di Indonesia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H