Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paslon Gubernur Jakarta Harus Berguru kepada Arkeolog dan Sejarawan

26 September 2024   12:56 Diperbarui: 26 September 2024   12:58 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengerahan masal pembuatan kanal (Sumber: tangkapan layar materi Dr. Sonny Wibisono)

Sebagai pelengkap dari Pameran "Jakarta dari Bawah Tanah", penggagas kegiatan yakni Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jabodetabek, juga menyelenggarakan diskusi kesejarahan. Diskusi pertama berlangsung pada 25 September 2024 dengan pembicara sejarawan Dr. Bondan Kanumoyoso dan arkeolog Dr. Sonny Wibisono. Sebetulnya yang akan berbicara Dr. Restu Gunawan, namun karena ada urusan lain yang lebih penting, beliau digantikan Dr. Sonny Wibisono.

Bondan berbicara tentang "Pembentukan masyarakat kolonial di Batavia". Pertama beliau bicara tentang kolonialisme dan imperialisme yang sering dianggap sinonim, padahal memiliki pengertian yang berbeda. Imperialisme, kata Bondan, secara harfiah berarti pemerintahan oleh suatu negara terhadap wilayah atau negara lain dengan pemberian status kewarganegaraan terhadap penduduknya. Sementara kolonialisme selalu berbentuk penguasaan secara langsung, sedangkan imperialisme dapat berwujud dalam bentuk hegemoni atau dominasi.

Menurut Bondan, masyarakat kolonial mulai terbentuk sejak Portugis, Belanda, dan Inggris mendirikan koloni mereka di Nusantara. Namun koloni Portugis dan Inggris hanya terdapat di beberapa wilayah yang ada di pinggiran Nusantara, misalnya koloni Portugis di NTT dan koloni Inggris di Bengkulu. Sementara koloni Belanda tersebar di pulau-pulau utama dan penghasil komoditi seperti Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Banda.

Dr. Bondan Kanumoyoso sedang memamaparkan materi, di bagian elakang Candrian Attahiyyat dan Dr. Sonny Wibisono)
Dr. Bondan Kanumoyoso sedang memamaparkan materi, di bagian elakang Candrian Attahiyyat dan Dr. Sonny Wibisono)

Sebenarnya ada rencana J.P. Coen untuk membangun Batavia sebagai kota yang dihuni oleh orang Belanda, namun ditolak oleh Heren XVII (para direktur VOC). Alasannya, orang Eropa dianggap akan menjadi ancaman bagi monopoli dagang yang dijalankan oleh VOC. Selain itu, jarak yang jauh antara Batavia dan negeri induk, yang harus ditempuh selama enam bulan perjalanan laut.

Itulah sebabnya orang Eropa selalu menjadi minoritas di Batavia. Penduduk mayoritas adalah orang-orang Asia yang berasal dari dalam dan luar wilayah Nusantara. "Kondisi inilah yang menyebabkan masyarakat Batavia selama abad ke-17--18 menjadi sangat majemuk dan terdiri atas beragam etnis.

Pengerahan masal pembuatan kanal (Sumber: tangkapan layar materi Dr. Sonny Wibisono)
Pengerahan masal pembuatan kanal (Sumber: tangkapan layar materi Dr. Sonny Wibisono)

Cornelis Chastelein

Pada 1705, sebagaimana makalah Bondan, ada usulan yang dikemukakan Cornelis Chastelein. Ia menekankan pentingnya untuk memasukkan imigran dalam jumlah besar ke Batavia. Bahkan Chastelein mengritisi VOC yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan hanya sedikit memberi perhatian kepada masalah koloni. Kelak, Chastelein terkenal di Depok.

Bondan juga mengemukakan masalah budak pria dan budak wanita di Batavia. Karena dibutuhkan oleh banyak pejabat atau penguasa, maka budak amat diperlukan. Itulah sebabnya di Batavia pernah dikenal lelang budak. Ternyata budak perempuan lebih mahal harganya daripada budak laki-laki. Umumnya budak perempuan memiliki berbagai keahlian seperti memasak, membatik, menari, main musik, dll.

Banjir di Koningsplein pada 1898 (Sumber: tangkapan layar materi Dr. Sonny Wibisono)
Banjir di Koningsplein pada 1898 (Sumber: tangkapan layar materi Dr. Sonny Wibisono)

Kanal dan banjir

Sonny Wibisono membahas tentang kanal dan banjir di Batavia. Ia memulai dengan kisah tentang  muara Kali atau Sungai Ciliwung yang dihuni oleh seorang pangeran yang mewakilli Kesultanan Banten yaitu Pangeran Jayakarta. Huniannya menempati sisi barat dari muara Ciliwung.  Rekayasa awal dilakukan sang pangeran yang membuat sodetan Ciliwung untuk membuat parit keliling dari pemukiman.

Menurut Sonny, pembangunan kanal Batavia memperlihatkan teknik adaptif. Ketika menghadapi lahan basah menyebabkan tanah lunak dan mengalami penurunan. Teknik pemasangan cerucuk dilakukan untuk mendirikan turap pada tepian kanal. Kenampakannya masih dapat dilihat di bawah turap di beberapa tempat.

Teknik yang dilakukan dalam pembangunan kanal antara lain penyodetan atau pelurusan sungai berkelok untuk melancarkan aliran air. Untuk menggali terusan dikerahkan banyak orang. Mereka tidak hanya menggali kanal tetapi juga membangun bendungan, untuk menaikkan air dan pintu air dalam pengendalian arah aliran.

Namun meskipun sudah ada kanal, ternyata banjir masih melanda Batavia. Tercatat pada 1898 Koningsplein banjir cukup besar. Begitu pun di Kampung Cina. Ketinggian banjir sekitar setengah roda delman. Bayangkan cukup tinggi.

Penduduk masih sedikit dan masih banyak area penyerapan air saja masih banjir. Bandingkan dengan penduduk masa modern yang banyak dengan sedikit area penyerapan. Banjir kerap terjadi.

Banjir masih menjadi problem hingga kini. Belum ada satu pun gubernur yang mampu mengendalikan banjir. Sistem kanal telah gagal, sebagaimana disertasi Dr. Restu Gunawan. Pernah diadakan normalisasi lalu diganti naturalisasi, tetap saja gagal.

Saya rasa mumpung belum terlambat, ketiga paslon Gubernur Daerah Khusus Jakarta harus berguru kepada arkeolog dan sejarawan, untuk memahami masa lalu Jakarta.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun