Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

"Kampanye" Bukan Puisi Tradisional

20 Desember 2023   07:12 Diperbarui: 20 Desember 2023   07:17 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Kampanye, Catatan 16 Hari Berbentuk Puisi" karya Berthold Sinaulan (Sumber: Dokpri)

Kompasianer yang satu ini aktif menulis puisi sejak 1970-an. Mulanya ia menulis di media cetak. Kemudian beberapa puisinya diterbitkan sebagai antologi. Buku antologi puisi yang memuat karyanya cukup banyak. Bahkan ia beberapa kali menerbitkan buku puisi tunggal. Belum lama ini ia menerbitkan buku puisi berjudul Kampanye, Catatan 16 Hari Berbentuk Puisi.

Namanya di Kompasiana adalah Berty Sinaulan. Berty, demikian sehari-hari biasa disapa, bernama lengkap Berthold Sinaulan. Nama aslinya itu yang tertulis dalam buku-buku puisi karyanya, termasuk yang terbaru ini.

Buku
Buku "Kampanye, Catatan 16 Hari Berbentuk Puisi" karya Berthold Sinaulan (Sumber: Dokpri)

Bukan puisi tradisional

Karya Berthold Sinaulan ini cukup unik. Kalau pada umumnya puisi merupakan rekaan atau imajinasi si penulis, buku ini berisi catatan pribadi tentang apa yang ada di pikiran penulis: kegelisahan, kemarahan, kegembiraan, kesenduan, dan lain-lain. Catatan-catatan tersebut dituangkan dalam bentuk puisi. Jadi bukan tulisan sebagaimana yang biasa kita baca pada surat kabar. Bukan puisi tradisional tentunya.

Tentang judul Kampanye, yang tentu saja mengingatkan kita akan kegiatan Pemilu, menurut Berthold dipakai karena 'kampanye' paling banyak ada dalam catatan-catatan tersebut. Ternyata bukan berkenaan dengan Pemilu, melainkan kampanye untuk mengajak masyarakat taat aturan, cinta damai, dan tidak seenak diri sendiri saja.

"Terima kasih/untuk pelajaran politik/menghalalkan segala cara/lembaga negara dibikin jadi milik keluarga," begitulah sebagian dari puisi berjudul "Terima Kasih".

Dalam judul "Kampanye (1)" Berthold antara lain menulis, "Maka inilah kampanyeku/mengajak masyarakat jangan takut/mendukung kebenaran melawan kemaksiatan/pun maksiat ingin berkuasa berlebihan".

Berthold pun mengampanyekan gerakan literasi. Lihat saja sebagian puisinya yang berjudul "Menulis Membaca".

Setiap kali ingin menulis/seringkali jadi terhenti/bingung ingin memulai/agar isinya bukan hanya basa-basi. Lalu dilanjutkan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun