Kelelahan dan mogok
Trem kuda pertama kali beroperasi dengan rute Amsterdamsche Poort  (Pasar Ikan) -- Harmoni melewati Taman Fatahillah dan Pintu Besar Selatan sekarang.Â
Karena minat warga Batavia semakin besar, pada Juni 1869 dibuat jalur tambahan Harmoni -- Tanah Abang.Â
Juga dibangun jalur dari Harmoni ke Jalan Veteran menuju Kramat dan berakhir di Meester Cornelis (Jatinegara). Perusahaan pengelola trem kuda adalah Bataviasche Tramway Maatschappij.
Tentu karena rute terlalu jauh ditambah beban terlalu berat, timbul persoalan pada trem kuda. Sebagai makhluk hidup, kekuatan kuda pasti ada batasnya.Â
Yang sering terjadi, kuda kelelahan di tengah jalan sehingga trem mogok. Bayangkan, kalau penumpang sedang terburu-buru.
Dampak lain, jalanan menjadi kotor karena e e kuda bertebaran sepanjang jalan. Setelah itu, pejabat Kotapraja Batavia mengeluarkan peraturan bahwa pada bagian belakang kuda harus diberi karung agar kotorannya tidak berjatuhan di jalan.
Diskriminatif
Pada waktu itu fasilitas trem masih sangat diskriminatif. Warga Eropa tentu saja mendapat fasilitas utama. Menyusul bangsa Timur dan paling buncit warga bumiputera.
Setiap gerbong dibedakan berdasarkan kelas. Setiap satu rangkaian ada kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Kelas 3 berupa gerbong terbuka untuk warga bumiputera. Bangsa Eropa mendapat kelas 1. Kelas 2 untuk warga Tionghoa, Arab, dan Indo.
Tarif untuk kelas 1 sebesar 20 sen untuk sekali jalan atau 35 sen untuk pergi pulang. Sementara harga karcis kelas 3 hanya 15 sen. Ternyata, pendapatan terbesar berasal dari warga bumiputera, yakni mencapai 85% dari penjualan karcis.
Trem kuda mampu mengangkut 40 penumpang. Sumber lain mengatakan tarif 10 sen dikenakan untuk rute Amsterdamsche Poort - Â Kramat, Amsterdamsche Poort -- Tanah Abang, dan Kramat -- Jatinegara. Â Waktu operasi trem kuda pukul 05.00 hingga pukul 20.00.