Dunia penelitian arkeologi mendapat pengakuan dari sebuah lembaga pemberi penghargaan. Sabtu lalu tim peneliti arkeologi yang terdiri atas Basran Burhan, Rustan Lebe, Adhi Agus Oktaviana, Budianto Hakim, dan Pindi Setiawan memperoleh Penghargaan Achmad Bakrie dalam bidang Sains. Dari kelima peneliti itu, empat di antaranya bekerja di instansi arkeologi. Hanya Pindi Setiawan yang tidak berprofesi arkeolog.
Basran Burhan adalah arkeolog yang bekerja di Balai Arkeologi Sulawesi Selatan sebagai tenaga honorer. Sekarang melanjutkan studi di Australia bidang geo-arkeologi.
Budianto Hakim merupakan arkeolog senior. Beliau juga bekerja di Balai Arkeologi Sulawesi Selatan. Sejak awal 2022 Balai Arkeologi tidak ada lagi karena bergabung ke dalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
Rustan Lebe bekerja di Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Tugas utamanya di bidang pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya. Pada 2018 menjadi Kepala Unit Pelestarian Cagar Budaya Kabupaten Maros-Pangkep. Beliau khusus menangani gua-gua prasejarah di Kabupaten Maros-Pangkep sampai Sulawesi Tenggara.
Sejak kuliah Rustan tertarik pada gua-gua prasejarah. Ia sering diajak oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan peneliti asing. Pada 2021 Rustan lulus S-2 Arkeologi. Tesisnya membahas penerapan metode obyektif tidak langsung untuk mengenali identitas warna gambar gua-gua prasejarah di kawasan karst Maros-Pangkep.
Sampai 2021 teridentifikasi 518 gua, 346 di antaranya bergambar. Eksplorasi 2022 menjadi 572 gua, 371 di antaranya bergambar. Betapa gua prasejarah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara amat banyak, termasuk yang memiliki gambar cadas purba.
Adhi Agus Oktaviana lulus pada 2009. Skripsinya berjudul "Penggambaran Motif Perahu pada Seni Cadas di Indonesia". Setelah lulus bekerja di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang kemudian berubah menjadi BRIN.
Satu-satunya yang tidak berpendidikan arkeologi adalah Pindi Setiawan. Pria kelahiran Bandung pada 1965 ini, sejak awal sudah berkonsentrasi pada gambar cadas pada latar kesenirupaan. Beliau lulus dari S-1 Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB dengan skripsi "Gambar Cadas Dunwahan". Peminatan Pindi adalah model komunikasi visual pada gambar cadas. Ia juga aktif pada komisi perlindungan rock art di dunia, serta kegiatan perlindungan gambar cadas dan kawasan geo-culture (bentang alam karst) di Indonesia. Saat ini Pindi bekerja di ITB.
Begitulah, kolaborasi penelitian antara sejumlah individu atau instansi menghasilkan produk terbaik. Negeri kita amat kaya, mulai dari tinggalan masa Prasejarah, Hindu-Buddha, Islam, hingga Kolonial. Perlu penelitian yang terpadu secara gotong royong. Hasilnya tentu saja harus dipublikasikan, baik secara ilmiah maupun populer, agar masyarakat bisa memetik manfaat.*** Â