Yang namanya arkeologi atau ilmu purbakala boleh jadi kurang diperhatikan masyarakat. Namun kalau tinggalan purbakala, pasti sangat populer. Ada tinggalan purbakala berupa bangunan besar macam Candi Borobudur. Ada tinggalan berbentuk kecil macam keramik kuno, koin, dan senjata.
Ada tinggalan yang terdapat di darat. Ada tinggalan yang berasal dari dalam air. Apalagi dulu banyak kapal kargo tenggelam di perairan Nusantara. Mereka berasal dari banyak negara dengan bermacam-macam muatan, seperti keramik, perhiasan, logam, batu, dan gading gajah.
Adanya kapal kargo dengan muatan berharga itulah yang mendorong para pencuri berkeliaran di perairan kita. Nelayan tradisional biasanya menjadi petunjuk karena pada jaring mereka sering tersangkut benda-benda kuno. Lalu beroperasilah sindikat, termasuk dari mancanegara. Ini dimaklumi karena mereka punya SDM yang andal. Bahkan kapal mereka tergolong canggih.
Sebaliknya kita sangat minim pengetahuan dan teknologi. Mulai 1980-an perairan kita dikuras sindikat internasional. Ada juga yang kecil-kecilan. Ternyata mereka mendapat 'backing'. Maklum, tinggalan purbakala memiliki nilai komersial atau ekonomis. Bahkan untuk tinggalan unik dan langka, harganya terbilang tinggi.
Pada 1980-an kasus pencurian pimpinan Hatcher sangat mencuat. Â Karena perairan kita sangat luas, maka kita sulit melakukan mengawasi para penjarah. Ketika itu sindikat Hatcher berhasil menjarah barang-barang berharga dari kapal Der Geldermalsen di perairan Riau. Hasil jarahan itu kemudian dilelang di mancanegara dengan hasil jutaan dollar.
Bukan hanya tidak kebagian apa-apa, kita kehilangan seorang arkeolog ketika sedang melakukan investigasi. Santoso Pribadi atau Ucok, adalah arkeolog muda yang pernah mengikuti pendidikan Arkeologi Bawah Air di Thailand. Ketika itu ia bekerja di Direktorat Sejarah dan Purbakala.
Pada 1986 ia turun ke dalam air bersama beberapa penyelam. Penyelam lain kemudian berhasil naik kembali ke atas kapal. Namun ternyata Ucok tidak muncul-muncul. Ada indikasi tali tempat ia diturunkan, putus karena benda tajam. Apakah sabotase? Sampai kini belum ada kejelasan.
Tim SAR pun dilibatkan untuk mencari Ucok. Dalam waktu maksimal belasan hari, Ucok tidak juga ditemukan. Inilah nasib paling tragis seorang arkeolog dalam melakukan investigasi kasus pidana pencurian benda purbakala.
Nasib tragis juga dialami arkeolog Lambang Babar Purnomo. Kalau Ucok adalah arkeolog lulusan UI, Lambang lulusan UGM. Ia meninggal pada 9 Februari 2008 dalam 'kecelakaan tunggal'. Diduga ia dibunuh karena sedang menginvestigasi pencurian dan pemalsuan beberapa arca kuno yang terjadi di Museum Radya Pustaka, Solo.