Tidak disangsikan lagi kalau Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Indonesia. Masjid ini terletak tidak jauh dari Istana Presiden. Boleh dibilang menjadi masjid negara. Setiap Idul Fitri dan Idul Adha, pimpinan dan pejabat negara, ditambah perwakilan negara asing, bersembahyang di sini.
Banyak orang sudah mengenal masjid ini. Masjid Istiqlal selalu ramai didatangi pengunjung, baik untuk beribadah maupun sekadar melihat-lihat. Jadi sangat terbuka untuk masyarakat non-Muslim.
Cukup mudah mencapai Masjid Istiqlal dengan bus TransJakarta. Karena luas, kita bisa turun di halte Istiqlal atau halte Juanda. Tergantung tujuan terdekat kita.
Saya sudah beberapa kali ke sana. Bukan untuk beribadah tapi mengikuti beberapa acara kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan sering kali menyelenggarakan kegiatan, seperti Festival Istiqlal termasuk bersih-bersih Istiqlal. Â
Masjid Istiqlal memiliki luas area kawasan 91.629 meter persegi (tidak termasuk area sungai) dan luas bangunan masjid 80.948 meter persegi yang dapat menampung 200.000 orang. Tak ayal Masjid Istiqlal menjadi masjid terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Simbol Indonesia
Setelah kemerdekaan 1945, ternyata kita belum punya masjid kebanggaan Jakarta. Saat itu Menteri Agama RI pertama, KH Wahid Hasyim bersama beberapa ulama, sudah mengusulkan pendirian masjid yang mampu menjadi simbol bagi Indonesia. Pada 1953 mereka mengusulkan pendirian sebuah yayasan. Yayasan Masjid Istiqlal berdiri pada 7 Desember 1954 diketuai H. Tjokroaminoto.
Menurut https://istiqlal.or.id, Presiden Sukarno menyambut pendirian yayasan. Beliau mengusulkan lokasi masjid di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch pada 1834. Lokasi itu terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Kathedral, dan Jalan Veteran. Sementara Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya, yaitu di Jalan MH Thamrin yang saat itu masih dikelilingi kampung-kampung. Bung Hatta juga menganggap pembongkaran benteng Belanda akan memakan banyak dana.
Akhirnya Presiden Sukarno memutuskan untuk membangun masjid di lahan bekas benteng Belanda. Soalnya di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral untuk umat Katholik. Tujuannya tentu saja untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Pada 1955 diadakan sayembara desain arsitektur masjid. Terpilih karya terbaik milik F. Silaban (1912-1984). Ternyata karya itu harus diperbaiki dan mampu diselesaikan Silaban. Â Â