Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya Prof. Abal-Abal tapi Bermanfaat buat Banyak Orang

23 Maret 2022   11:40 Diperbarui: 23 Maret 2022   11:53 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster tentang obral Doctor HC (Sumber: haluanlampung.com)

Ketika membuka internet, mata saya tertuju pada berita soal Doktor Honoris Causa atau Doktor Kehormatan. Obral Dr (HC) untuk para pimpinan dan koruptor. Lalu tentang Permendikbud 21 tahun 2013 tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan. Tentu masih banyak lagi.

Saya jadi teringat menjelang pemilu 2019 lalu. Di sepanjang jalan banyak poster calon legislatif, belum lagi  baliho, spanduk, iklan media cetak dan elektronik, selebaran, dan cara-cara lain untuk berkampanye. Pokoknya semarak di mana-mana.

Ketika itu apakah Anda memperhatikan nama-nama mereka? Sering kali terselip berbagai gelar, seperti MBA, M.Si, M.Hum, Ir, M.M, M.Min, MIA, SE, Drs, lengkap dengan foto masing-masing.

Belum puas menampilkan sederetan gelar akademis, dipajang lagi gelar Dr (HC) atau Doktor "Honoris Causa". Yang patut dipertanyakan, darimana mereka memperoleh gelar Dr (HC) tersebut? Apakah karena jasa atau prestasinya ataukah boleh membeli?

"Honoris Causa" berasal dari bahasa Latin. Arti sebenarnya, "dengan alasan kehormatan". Sesuai kaidah akademis, tidak semua perguruan tinggi dapat menganugerahkan gelar Dr (HC). Hanya perguruan tinggi yang memenuhi syarat yang memiliki hak secara eksplisit untuk memberikan gelar itu.

Penentuan siapa-siapa yang berhak memperoleh gelar Dr (HC) juga tidak sembarangan. Terlebih dulu harus dirapatkan oleh senat guru besar.  

Pengukuhan gelar Dr (HC) lazim dilakukan secara individu, bukan secara masal. Menurut tata cara dan tradisi, pengukuhan gelar diberikan oleh rektor. Seusai upacara singkat, maka si penerima gelar membacakan orasi (ilmiah) sesuai bidang keilmuan yang dikuasainya.  

Pemberian gelar doktor kehormatan boleh dilakukan oleh perguruan tinggi swasta, asalkan  sudah memiliki akreditasi. Tentu saja dengan memperhatikan tradisi akademik yang ditetapkan.

Pemberian gelar Dr (HC) dari Universitas Lambung Mangkurat kepada N.J. Maria
Pemberian gelar Dr (HC) dari Universitas Lambung Mangkurat kepada N.J. Maria "Nico" Roozen pada 18 Juni 2019 (Sumber: pascasarjana.ulm.ac.id)

Nilai tambah

Tidak dimungkiri, hingga saat ini masih banyak ketidaktahuan dan kejanggalan dalam pemberian gelar Doktor (HC). Penulis ingat, pada  2005 beberapa selebriti terlihat mengenakan toga. Mereka tengah diwisuda di suatu tempat di Jakarta karena mendapatkan gelar Doktor (HC) dari suatu perguruan tinggi mancanegara yang membuka cabang atau perwakilan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun