Dewa Bayu
Hujan dan awan selalu berhubungan. Nah, penggemar batik pasti mengenal motif mega mendung dari Cirebon. Mega berarti awan dan menjadi motif sakral.
Pawang hujan dikenal luas di kalangan keraton. Maklum keraton banyak menyelenggarakan acara, antara lain prosesi putra mahkota, mauludan, dan pernikahan.
Saya belum menemukan sumber tertulis tertua tentang pawang hujan. Kemungkinan dalam Hindu, pawang hujan dihubungkan dengan Dewa Vayu atau Bayu, penguasa angin/udara. Dengan kekuatannya, Dewa Bayu mampu membawa awan ke tempat lain. Hindu mengenal banyak dewa, seperti Agni = Dewa Api, Varuna = Dewa Air/Samudera, Candra = Dewa Bulan, Indra = Dewa Hujan, dan Surya = Dewa Matahari.
Sebenarnya dari abad ke-9 dan ke-10, di Nusantara banyak ditemukan prasasti. Banyak profesi masa lalu disebutkan dalam prasasti itu, antara lain pelawak, penyanyi, penjual dengan pikulan, pemain gendang, tabib, dan masih banyak lagi.
Namun para epigraf (pakar membaca aksara kuno) belum menemukan istilah pawang hujan. Memang masih sulit menafsirkan bahasa Jawa kuno yang sekarang tergolong bahasa mati. Apalagi banyak aksara pada prasasti kuno sudah rusak atau aus. Bahkan mungkin belum mampu ditafsirkan oleh epigraf karena istilahnya masih asing.
Semoga nanti para epigraf bisa menemukan adanya istilah pawang hujan. Dengan demikian narasi sejarah kuno Nusantara semakin terkuak.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H