Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlu Memberi Pemahaman Arkeologi terhadap Hal-hal Kontroversial dan Fantastik

18 Maret 2022   12:20 Diperbarui: 18 Maret 2022   12:28 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskavasi penyelamatan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Sayang selama ini media lebih tertarik kepada hal-hal berbau kontroversial, fantastik, dan unik. Jarang sekali ada media, misalnya, yang menuliskan temuan pecahan-pecahan keramik kuno dari suatu situs. Padahal di kalangan arkeologi, temuan pecahan keramik dan keramik utuhan merupakan data arkeologi yang amat berharga. Keduanya sama-sama bisa memberikan pertanggalan untuk temuan lain karena keramik memberikan pertanggalan mutlak. Bahkan pecahan keramik bisa memberikan informasi tentang kandungan bahan pembuatan keramik, yang tidak dimiliki oleh keramik utuhan.

Masyarakat pun terbagi atas beberapa golongan. Yang mencuat adalah masyarakat yang ultra nasionalis. Mereka menafsirkan banyak hal yang dikatakan berasal dari Nusantara dan dari agama tertentu. Padahal, sebagaimana kenyataan, tinggalan-tinggalan arkeologi yang tergolong adikarya berasal dari masa klasik atau Hindu-Buddha. Mereka pun menggabungkan penafsiran dengan cerita-cerita fiktif, termasuk wangsit dan harta karun.

Pseudo-archaeology atau arkeologi semu bukan hanya terjadi di sini. Di mancanegara pun hal serupa sudah muncul sejak lama, terlebih sejak beredarnya cerita fiksi ilmiah yang mengambil latar kepurbakalaan oleh Erich von Daniken. Ditambah munculnya film-film bioskop tentang Indiana Jones.

Di pihak lain, ada 'pakar' yang memberi penafsiran terhadap kepurbakalaan di luar nalar atau logika ilmiah. Mereka kerap disebut arkeolog dukun atau pakar cocoklogi. Artinya dicocok-cocokkan saja, benar salah urusan belakangan. Misalnya terhadap kata Sulaiman menjadi Sleman atau Saba menjadi Wanasaba (Wonosobo) sebagaimana disebutkan di atas.

Ekskavasi penyelamatan di situs Liyangan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Ekskavasi penyelamatan di situs Liyangan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Pemahaman 

Mengapa media dan masyarakat selalu tertarik kepada hal-hal kontroversial seperti itu, bisa jadi karena kalangan arkeologi kurang terbuka atau kurang memberi informasi. Selama ini jarang sekali ada publikasi populer mengenai kearkeologian atau kepurbakalaan. Akibatnya pemahaman masyarakat mengenai masa lampau sangat rendah. Jangan heran kemudian muncul 'teori-teori semrawut' seperti itu.  Selain teori, mereka juga sesekali melakukan penggalian liar atau penyelaman liar untuk membuktikan teori mereka sekaligus menjual temuan-temuan mereka.

Jadi ada tiga golongan masyarakat yang harus diberi pemahaman tentang kearkeologian yang benar. Pertama, masyarakat yang kerap mengeluarkan 'teori-teori' tentang masa lampau. Ironisnya, 'pakar' yang mengeluarkan teori yang di luar nalar dan logika itu, memiliki banyak pengikut. Kedua, masyarakat yang melakukan penggalian liar atau penyelaman liar.  Mengingat sudah adanya Undang-undang Cagar Budaya 2010, tentu saja perbuatan melawan hukum itu bisa dikenakan pidana. Ketiga, media yang melakukan berita kontroversial. Memang tiras meningkat dan rating tinggi, namun media tersebut ikut memberikan pemahaman yang keliru terhadap ilmu arkeologi.

Arkeologi jangan hanya mengurusi lapangan. Publik pun harus mendapat perhatian, apalagi telah berkembang subdisiplin Arkeologi Publik. Arkeologi Publik tidak berurusan dengan penggalian atau hal-hal ilmiah, tapi berhubungan dengan aktivitas masyarakat.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun