Yang menghubungkan arkeologi dengan masyarakat adalah publikasi populer. Soal pemuatan berita, tentu saja peran jurnalis amat diperlukan. Percuma ada penemuan besar kalau tidak diberitakan.
Publikasi dalam bentuk non-tercetak berupa media elektronik, seperti radio dan televisi. Dukungan lain berasal dari media daring, termasuk media sosial dan kanal YouTube.
Publikasi bisa dibuat oleh jurnalis atau penulis dari instansi. Tulisan dari kalangan sendiri dapat dilihat pada microsite setiap instansi.
Kita tidak boleh mengabaikan masyarakat yang senang menulis di media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Facebook, bahkan lewat blog. Saat ini selain blog pribadi seperti Wordpress dan Blogspot, ada blog publik Kompasiana (milik Kompas) dan Indonesiana (milik Tempo). Beberapa laman yang dibuat oleh perusahaan, juga bisa menerima tulisan masyarakat.
Publikasi adalah kekuatan
Dalam arkeologi dikenal subdisiplin Arkeologi Publik. Arkeologi Publik sangat penting karena arkeologi dan publik harus berjalan bersama. Berdasarkan pengalaman selama ini, publiklah yang sering melaporkan adanya temuan purbakala atau kasus-kasus negatif seperti pencurian dan pengrusakan situs.
Ini memang dimaklumi karena arkeologi masih misteri. Lokasinya pun amat luas, termasuk daerah terpencil. Kita tidak tahu di mana terdapat tinggalan purbakala. Mungkin saja di persawahan atau perkebunan milik warga.Â
Nah, itu pernah terjadi pada Situs Gemekan di Mojokerto dan Situs Srigading di Malang. Belum lama berselang, pada kedua situs ditemukan emas, candi, prasasti, dan benda-benda arkeologi lain.
Sesungguhnya publikasi benar-benar kekuatan yang patut diperhitungkan demi kelestarian tinggalan-tinggalan arkeologi. Terus terang, masyarakat tahu tentang arkeologi karena membaca blog arkeologi saya di hurahura. Blog ini saya buat pada 2008 dan masih bertahan hingga kini, termasuk blog tentang museum di museumku (dibuat sejak 2010).
Tulisan-tulisan saya di Kompasiana pun selalu dicari orang. Tapi ini terserah pilihan masyarakat, mau membaca blog atau Kompasiana. Yang jelas tulisan saya berisi konten positif: informatif, edukatif, dan mencerdaskan masyarakat.
Menurut saya kita perlu sekali membuat tulisan populer tentang arkeologi. Gencarkan di media agar sedikit demi sedikit masyarakat memiliki apresiasi terhadap kepurbakalaan. Ada tiga kalangan yang harus menulis populer, yakni arkeolog yang bekerja di instansi karena mereka tahu masalah yang hendak disebarkan, arkeolog yang sering menulis populer di media karena namanya sudah dikenal luas, dan masyarakat nonarkeologi agar mendapatkan masukan dari sisi orang awam.