Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diduga "Mahkota Kuno" Itu Emas, Ternyata Tembaga Buatan Trowulan

2 Maret 2022   07:26 Diperbarui: 3 Maret 2022   13:29 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan April 2020 lalu warga Blitar dibuat geger oleh berita penemuan sebuah benda yang diduga mahkota Kerajaan Majapahit. Berita tersebut menjadi viral di media daring, termasuk di media sosial. Benda tersebut berwarna kekuningan, sehingga diduga emas. Disebutkan, seorang warga menemukan mahkota ketika akan mencari pasir di sungai dekat rumahnya.

Ternyata setelah dicek petugas berwenang, mahkota bermotif naga tersebut berbahan tembaga, dengan tinggi sekitar 30 sentimeter dan berat dua kilogram. Konon, sebelumnya penggali pasir tersebut bermimpi ada seorang wanita tua menitipkan barang berupa kemenyan. Keesokan paginya, ketika sedang menggali pasir di pinggir sungai, ada benda yang tersangkut cangkulnya.

Mengingat tidak jauh dari desa itu ada Candi Kalicilik, maka beredarlah tafsiran benda tersebut sebagai mahkota Majapahit. Namun, banyak orang ragu karena mahkota tersebut bukan emas. Seorang perajin di Trowulan berani memastikan bahwa barang itu adalah buatan tetangganya.

Penemuan tersebut ditangani Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB Jatim).  Disimpulkan, mahkota itu bukan benda cagar budaya.

Ada hal yang janggal dari "temuan kuno" itu.  Dari lokasi temuan, mahkota ditemukan di bagian cekungan sungai yang airnya relatif tenang sehingga tidak hanyut ketika arus sungai deras.

Jika dilihat dari kondisi fisik mahkota yang utuh dan tidak korosi, diperkirakan mahkota itu sengaja dipendam separuh. Dengan demikian ada sedikit bagian yang muncul ke permukaan. Hal itu akan memudahkan orang melihat temuan.

Hal lain yang janggal, kalau logam terendam air dalam jangka waktu lama, maka tanah yang berada di bagian dalam mahkota akan mengeras dan sangat sulit dibersihkan. Selain itu ada cacat di fisik mahkota, korosi, atau tidak utuh.

Mengharapkan kompensasi, mungkin saja begitu. Dalam Undang-Undang Cagar Budaya memang dikatakan ada kompensasi untuk setiap penemu benda cagar budaya yang besarnya ditentukan instansi berwenang.

Nah, itulah pekerjaan arkeologi, seperti detektif. Menganalisis palsu dan aslinya barang yang diperoleh masyarakat. Soalnya, barang temuan itu tidak punya konteks sejarah. Lain halnya kalau arkeolog melakukan ekskavasi atau penggalian arkeologi. Semuanya serba terekam dan ada hubungannya antara temuan yang satu dengan temuan lain sehingga menghasilkan narasi ilmu pengetahuan.

Arkeolog sendiri boleh dibilang terdiri atas beberapa golongan, antara lain arkeolog lapangan, arkeolog kantoran, dan arkeolog rumahan. Masing-masing memiliki keterampilan berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun