Sebenarnya dunia arkeologi Indonesia sangat kaya. Sejarah Nusantara berjalan amat panjang, sejak ribuan tahun lalu. Wilayah Nusantara terbentang sangat luas, dari Sabang sampai Merauke. Namun sejak ribuan tahun pula aktivitas alam terjadi di Nusantara. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus menjadi contoh klasik betapa bencana alam telah memorakporandakan harta benda dan jiwa manusia.
Banyak contoh bencana alam yang telah menimbun berbagai benda milik manusia yang hidup pada masa lampau. Dengan kata lain, banyak benda masih berada di dalam tanah sampai sekarang. Namun kita tidak tahu di mana benda-benda budaya itu berada.
Atas jasa penggarap tanahlah, maka benda-benda yang masih berada di dalam tanah berhasil terkuak ke permukaan. Bahkan dari sepotong benda kuno kecil, berhasil muncul situs kuno Liyangan dari masa ratusan tahun yang lalu. Situs Liyangan di Temanggung pernah terkubur oleh berkali-kali letusan Gunung Sindoro. Setelah diekskavasi oleh para arkeologi selama bertahun-tahun, kini sudah menampakkan keindahan ujud kota zaman dulu. Situs Liyangan muncul berkat jasa penambang pasir.
Beberapa hari lalu tim arkeologi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur berhasil menampakkan candi dan prasasti kuno dari abad ke-9. Lihat tulisannya [di sini]. Tinggalan budaya itu berada di areal persawahan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Situs Bongal
Sebelumnya, para penambang emas di lahan pasang surut daerah Teluk Tapanuli (Sibolga), menemukan sejumlah artefak purbakala. Temuan-temuan itu berupa gerabah Timur Tengah, kaca Timur Tengah, keramik, artefak logam, artefak kayu, prasasti timah, koin, pencetak uang, dll. Pertanggalan dari benda-benda budaya itu menunjukkan abad VI-XI M. Sementara lokasi penemuan dikenal sebagai Situs Bongal.
Yang menarik, sebagaimana foto yang diunggah Pak Ery Soedewo, dari Balai Arkeologi Sumatera Utara (sejak bergabung dengan BRIN, memiliki nomenklatur sementara Kantor Arkeologi Sumatera Utara) adalah tulisan pada sepotong kayu. Untuk sementara aksara itu dibaca Sri ya va na ra ki (baris pertama) dan tan (baris kedua). Prasasti itu beraksara Pallava Grantha (abad VII-VIII M). Kejadian sangat langka tentunya karena sepotong kaya bisa awet lebih dari seribu tahun.
"Bahasa dan apa artinya belum tahu, kemungkinan bahasa Sanskerta atau Tamil," kata Pak Ery.
Kawasan kosmopolitan