Sebenarnya akhir Januari 1985 saya akan pergi ke Candi Borobudur. Sebagai syarat ujian akhir di Jurusan Arkeologi UI, saya harus menulis skripsi. Berbagai referensi sudah saya miliki. Saat itu tinggal penelitian lapangan. Saya rencanakan selama dua minggu saja meneliti di sana.
Namun tiba-tiba ada berita Candi Borobudur diledakkan orang. Peristiwa miris itu terjadi pada 21 Januari 1985. Beberapa bagian candi rusak bahkan ada yang hancur. Akibatnya untuk sementara waktu kunjungan ke candi ditutup untuk umum. Penelitian pun terpaksa saya tunda untuk beberapa lama.
Dulu kondisi Candi Borobudur sangat mengkhawatirkan. Dindingnya miring dan lantainya melesak. Karena itulah dilakukan pemugaran secara besar-besaran. Bantuan dana datang dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari UNESCO.Â
Setelah bertahun-tahun pemugaran dengan melibatkan banyak pakar dunia, akhirnya purnapugar Candi Borobudur diresmikan pada 23 Pebruari 1983. Kemungkinan hal itu yang mendasari pikiran negatif buat segelintir orang sehingga meledakkan Candi Borobudur.
Observasi di atas candiÂ
Seingat saya, akhir Pebruari 1985 saya berangkat ke Candi Borobudur. Rencana penelitian selama dua minggu. Ketika itu saya naik bus malam Jakarta -- Yogyakarta.Â
Seharusnya saya bisa berhenti di Magelang atau Muntilan, lokasi terdekat dengan Candi Borobudur. Namun karena harus meminta izin terlebih dulu ke instansi arkeologi, seingat saya nama waktu itu Kantor Suaka Purbakala Jawa Tengah di dekat Candi Prambanan, saya harus ke Yogyakarta.
Sampai di Yogyakarta sekitar pukul 05.00. Karena masih banyak waktu, saya cari-cari kopi dan sarapan terlebih dulu. Setelah itu baru melanjutkan perjalanan ke Candi Prambanan. "Jonggrang...Jonggrang..," kata kondektur bus. Jonggrang, tepatnya Lara Jonggrang, merupakan sebutan lain dari Candi Prambanan.Â
Nama Jonggrang cukup populer di mata masyarakat. Setelah mendapat surat dari Pak Anom (I Gusti Ngurah Anom), Kepala Kantor Suaka Purbakala waktu itu, saya segera ke Muntilan. Dari Muntilan sambung bus menuju Candi Borobudur dengan bus Ramayana.
Di Borobudur saya menemui Mas Samidi. Sempat menunggu sebentar, Mas Samidi datang dengan vespa. Mas Samidi hanyalah berpendidikan SMA, namun kemampuan beliau dalam konservasi sungguh luar biasa. Uniknya Mas Samidi adalah adik kelas saya.Â
Beruntung Jurusan Arkeologi berkenan menerima lulusan SMA meskipun telah bekerja selama bertahun-tahun. Bersama Mas Samidi, ikut kuliah arkeologi Mas Dukut. Keduanya kemudian menjadi sahabat baik saya.
Setelah dari Mas Samidi, saya diantar menuju mess. Mess Borobudur memang untuk tamu-tamu khusus yang ingin bermalam. Saya mendapat satu kamar, yah lumayanlah untuk ukuran mahasiswa. Pagi hingga sore saya observasi di atas dan lingkungan candi.
Rusak parah
Banyak bagian candi ditutup, terutama yang bagian-bagian candinya rusak kena bom. Khusus untuk saya ada izin.
Saya lihat ada arca yang sudah berkeping-keping. Pasti sulit untuk direkonstruksi. Bagian stupa yang rusak parah sedang dikerjakan oleh para tukang. Terpaksa banyak batu kuno diganti dengan batu baru untuk estetika dan memperkuat konstruksi. Batu-batu baru itu diberi tanda khusus.
Berhari-hari saya putar-putar halaman candi dan atas candi. Ketika itu saya meneliti tentang masalah konservasi Candi Borobudur dan tingkah laku pengunjung.Â
Saya amati wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Saya perhatikan obyek yang mereka lihat. Saya catat berapa lama waktu kunjung mereka. Banyak hal lain saya rekam dalam catatan.
Akhirnya saya berpandangan masalah pada Candi Borobudur adalah keausan batu, antara lain pada lantai dan anak tangga. Saya mengusulkan dibuatkan pelapis pada lantai candi dan anak candi.Â
Juga pengunjung diharuskan memakai alas kaki khusus yang lembut agar batu-batu candi tidak aus kena gesekan sandal atau sepatu yang dipakai pengunjung.
Hasil penelitian saya ternyata tidak sia-sia. Meskipun bertahun-tahun kemudian, akhirnya diaplikasikan oleh Balai Konservasi Borobudur. Bukan hanya itu, saya pun sempat membuat dokumentasi.Â
Seingat saya ada sekitar 5 rol dalam bentuk klise hitam putih. Begitu pulang saya segera buatkan contact print. Namun belum semua contact print ketemu.
Berbagai tulisan saya tentang Candi Borobudur bisa dilihat di sini
[Borobudur 1]
[Borobudur 2]
[Borobudur 3]
[Borobudur 4]
[Borobudur 5] Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H