Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Satu-satunya Pasangan Pahlawan Nasional dalam Prangko dan Uang Kertas

9 November 2021   12:33 Diperbarui: 11 November 2021   00:21 2087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar tokoh atau pahlawan (nasional) sering kali diabadikan pada mata uang (uang kertas atau uang logam) dan prangko dalam berbagai nominal. Itulah salah satu cara mengenang orang yang berjasa kepada bangsa dan negara. Tokoh Perang Aceh, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien, diabadikan pada prangko dan mata uang sekaligus.    

Teuku Umar (1854 - 11 Februari 1899) terkenal dengan strategi perang gerilya melawan Belanda. Sebagaimana Wikipedia, ketika perang Aceh meletus pada 1873, Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya. 

Waktu itu umurnya baru menginjak 19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Karena berani, Teuku Umar diangkat sebagai keuchik gampong (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien diabadikan dalam prangko (Sumber: Katalog Prangko 1992)
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien diabadikan dalam prangko (Sumber: Katalog Prangko 1992)

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien

Pada 1880, Teuku Umar menikahi Cut Nyak Dhien. Ini karena suami Cut Nyak Dhien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga, meninggal pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda.

Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien (1848 -- 6 November 1908) bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda.

Namun, pada 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur. Ia tertembus peluru yang ditembakan pasukan pimpinan van Heutsz. Sepeninggal Teuku Umar, Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Setelah itu ia  diasingkan ke Sumedang.

Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Monumen Perang Aceh pernah ada di Jakarta, di dekat Jalan Cut Mutiah sekarang. Namun sejak lama monumen itu dibongkar tentara Jepang ketika menguasai Nusantara.

Lebih dari 70 tahun kemudian, pemerintah Indonesia menganugerahi Teuku Umar sebagai pahlawan nasional lewat SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973. 

Sebelumnya Presiden Soekarno menganugerahi Cut Nyak Dhien sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun