Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sound of Borobudur", Memperkenalkan Peradaban Nusantara yang Mendunia Lewat Relief Alat Musik

26 April 2021   09:26 Diperbarui: 26 April 2021   09:31 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak lama nama Candi Borobudur sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat  dunia. Selain Bali, Borobudur memang menjadi magnet untuk mengeruk devisa. Sebagai daya tarik pariwisata tentu saja nama Borobudur sangat menjanjikan. Sejumlah ajang internasional yang memakai nama Borobudur terselenggara dengan sukses di sini.

Sebut saja Borobudur Writers & Cultural Festival, yakni wahana pertemuan di bidang karya budaya. Ada lagi Borobudur Marathon, ajang olahraga lari berhadiah besar. Belum lama ini terselenggara Sound of Borobudur, berupa kegiatan membunyikan kembali alat musik yang ujud fisiknya diambil dari relief Karmawibhangga. Sound of Borobudur menjadi salah satu acara dalam kegiatan Borobudur Cultural Feast.

Wonderful Indonesia memang menjadi slogan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak lama. Apalagi Candi Borobudur telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia pada 1991, sementara arsip pemugarannya sebagai Ingatan Dunia pada 2017.

Pertunjukan musik di surga (Foto: Oudheidkundige Dienst melalui buku Rahasia di Kaki Borobudur)
Pertunjukan musik di surga (Foto: Oudheidkundige Dienst melalui buku Rahasia di Kaki Borobudur)
Musik dan spiritual

Kalau kita merunut pada artefak masa lalu, terlihat alat musik dan seni musik sudah dikenal pada masa prasejarah (masa sebelum dikenal sumber tertulis). Pada awalnya alat musik digunakan untuk pemujaan/spiritual dan tanda peperangan. Pada masa berikutnya, seni musik dikenal sebagai aktivitas hiburan, baik menghibur diri sendiri maupun menghibur orang lain. Uniknya, zaman dulu ada kesenian musik yang berkembang di tengah masyarakat, ada pula yang berkembang di kalangan pejabat dan istana. Alat musik lute dan bar-zither, misalnya, tidak pernah terdapat di kalangan rakyat jelata.

Alat musik sebagai tinggalan budaya masa lalu, ditemukan pada beberapa situs arkeologi. Umumnya berasal dari masa Hindu-Buddha, sekitar abad ke-5 hingga ke-15 Masehi. Masa Hindu-Buddha dikenal luas oleh disiplin arkeologi. Temuan itu antara lain arca Vamsa, berupa seorang dewi sedang meniup suling; arca Mukunda, seorang dewi sedang menabuh gendang; arca Muraja, seorang dewi sedang menabuh tiga gendang kecil; dan arca Wajragit, seorang dewi sedang memainkan harpa (Katalog Pameran Keberagaman Alat Musik Tradisional Nusantara "Harmoni Nusantara', Museum Nasional, 2010).

Sementara itu penggambaran alat musik terdapat pada relief-relief candi, seperti Candi Jalatunda, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur. Sedangkan penyebutan nama pemain musik atau alat musik terdapat pada prasasti dan naskah kuno. Dalam Prasasti Salimar II (880 Masehi), antara lain disebutkan kata "tuha padahi" (pemain kendang) dan "margang" (penabuh regang/simbal mangkok). Prasasti lain yang menyebutkan keberadaan alat musik adalah Prasasti Gandasuli (769 Saka atau 847 Masehi). Prasasti itu menyebutkan alat musik "curing" sebagai perlengkapan upacara. Sementara dalam Prasasti Poh (905 Masehi) disebutkan alat musik "padahi", "rgang", dan "tuwung".

Lebih lanjut lihat tulisan saya tentang [Zaman Dahulu, Musik Berkaitan dengan Ritual Keagamaan dan Peperangan]

Sudut tenggara (tanda kotak)/Foto: Buku Rahasia di Kaki Borobudur
Sudut tenggara (tanda kotak)/Foto: Buku Rahasia di Kaki Borobudur
Paling istimewa

Yang paling istimewa tentu saja informasi dari relief Karmawibhangga di Candi Borobudur. Relief Karmawibhangga terdapat pada bagian kaki Candi Borobudur, yang disebut kaki tambahan. Bagian itu sengaja ditutup untuk keamanan konstruksi. Bagian yang dibuka hanya sudut Tenggara. Itu pun cuma empat panel. Di kalangan arkeologi, relief Karmawibhangga terdapat pada bagian kaki Candi Borobudur yang tertutup atau tersembunyi. Selain alasan konstruksi, tafsiran lain bagian ini ditutup karena menampilkan adegan mengerikan, seperti manusia direbus dan pengguguran kandungan.

Bagian kaki yang disebut Kamadhatu merupakan tingkatan terendah. Padahal beberapa relief lain, yakni Lalitawistara, Jataka, Awadana, Gandawyuha, dan Bhadracari terdapat pada tingkatan yang suci, Rupadhatu. Bagian Rupadhatu dikenali karena memiliki lorong. Relief di tingkat Rupadhatu itu mengisahkan perjalanan Sang Buddha Sidarta Ghautama. Tingkat tertinggi pada Candi Borobudur disebut Arupadhatu. Stupa induk yang besar terdapat pada tingkat ini.

Relief Karmawibhangga ditemukan secara tidak sengaja pada 1885. Setelah didokumentasikan pada 1890, relief itu ditutup kembali. Diduga ini masalah teknis karena kalau tidak ditutup batu-batu besar sebagai penopang pondasi, bagian atas candi tidak kuat menahan beban dan lambat-laut akan runtuh. Namun masyarakat bisa melihat foto-foto relief tersebut di Museum Karmawibhangga, masih di kompleks Borobudur.

Relief Karmawibhangga memiliki 160 panel atau pigura. Hampir semua melukiskan hukum karma atau sebab-akibat. Namun antarrelief tidak saling berhubungan. Diperkirakan relief Karmawibhangga mewakili gambaran dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Kuno pada abad ke-8 hingga ke-9. Adegan pada panel relief menginformasikan tentang flora, fauna, lingkungan alam, busana, status sosial, alat musik, alat upacara, senjata, dan lain-lain (Borobudurpedia, 2017).

Relief Karmawibhangga bersumber dari kitab Mahakarmawibhangga. Karena itu pakar yang mendalami pengetahuan tersebut, tidak sulit menafsirkan gambar relief. Khusus aktivitas bermusik tergambar pada beberapa panel. Antara lain tentang sepasang suami istri kaya memanggil sekelompok pemusik jalanan. Pada panel lain tampak kaum bangsawan sedang duduk berbincang, mereka dihibur tiga pemain musik (Rahasia di Kaki Borobudur, 1992).

Soal alat musik pada relief Karmawibhangga pernah dibahas oleh Roosenani Kusumastuti dalam skripsi di Jurusan Arkeologi UI berjudul "Alat Musik pada Relief Candi Borobudur" (1981). Alat musik yang terpahat, menurut dia, antara lain suling, simbal, lute, ghanta, sangkha, saron, dan gendang.

Rupanya pada masa itu seni musik benar-benar merakyat. Setiap ada pertunjukan musik, masyarakat selalu nonton berbondong-bondong. Tampak pada relief Karmawibhangga itu seorang bapak mengangkat anaknya tinggi-tinggi agar ia bisa melihat jelas pertunjukan tari dan musik dari kejauhan.

Roosenani coba menggali lebih dalam lewat data prasasti, seperti Waharu Kuti (840 Masehi) dan Sri Kahulunan (842 Masehi). Kedua prasasti ditemukan di Jawa dan sezaman dengan Candi Borobudur. Ternyata tidak sembarang orang boleh memainkan "curing" (suling), kecuali mendapat hak istimewa dari raja. Prasasti lain, Lintakan (919 Masehi), mengatakan pemain musik "tuwung" dan "regang" mendapatkan hadiah atau imbalan.

Bukan cuma Roosenani yang melakukan penelitian terhadap relief alat musik. Arkeolog PEJ Ferdinandus membuat disertasi berjudul Alat Musik Jawa Kuno (2001). Sebelumnya etnomusikolog Jaap Kunst menghasilkan sejumlah artikel dan buku mengenai musik di Nusantara.

Meskipun ada alat musik yang belum teridentifikasi namanya, tetap pantas bila dikatakan Borobudur adalah pusat musik dunia. Soalnya, candi ini menjadi satu-satunya tinggalan budaya masa lampau yang memiliki banyak gambaran alat musik.

Untuk memperdalam informasi, silakan baca tulisan saya [Relief Karmawibhangga Membuktikan Candi Borobudur Bukan Dibangun Oleh Nabi Sulaiman].

Pada zaman dulu, pemusik menjadi profesi yang dihormati. Menurut berita Prasasti Julah (987 Masehi), para pemusik mendapatkan upah. Lain lagi informasi dari Prasasti Tejakula (abad ke-9). Dikatakan setiap rombongan seni harus membayar pajak kepada kepala desa.

Ilustrasi kaki candi yang berisi relief Karmawibhangga yang dibuka di sudut tenggara (Sumber: Buku Rahasia di Kaki Borobudur)
Ilustrasi kaki candi yang berisi relief Karmawibhangga yang dibuka di sudut tenggara (Sumber: Buku Rahasia di Kaki Borobudur)
Pusat peradaban dunia

Candi Borobudur merupakan milik dunia. Terbukti ketika Borobudur memerlukan dana pemugaran, banyak negara ikut terlibat mencarikan dana. Sebutan pusat peradaban dunia, bahkan pusat musik dunia, mungkin sangat pantas disandang Borobudur. Tak heran, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadikan Borobudur sebagai salah satu maskot Wonderful Indonesia.  

Relief 'Kapal Borobudur' sudah terkenal ke mana-mana sejak lama. Sudah saatnya relief "Pemain Musik" yang tentu saja menyinggung pula alat musik, lebih dipopulerkan. Sound of Borobudur telah melakukannya untuk sebagian alat musik, dengan membuat replika berdasarkan gambar relief.

Menariknya, Borobudur menjadi titik temu dan titik lintasan pembawa budaya dari berbagai wilayah di Nusantara dan dunia.  Banyak alat musik yang terukir pada badan Borobudur, ternyata tidak ditemukan di Jawa. Malah dikenal di luar Jawa dan beberapa negara Asia Tenggara.

Meskipun banyak alat musik belum teridentifikasi namanya, rasanya penelitian terhadap isi prasasti dan relief Borobudur ini perlu ditingkatkan. Sejak lama Borobudur telah menjadi ajang penelitian para pakar arkeologi, sejarah, arsitektur, agama, seni, geologi, teknik sipil, dan lain-lain. Upaya panitia Sound of Borobudur untuk memperkenalkan peradaban Nusantara yang mendunia ini, patut diapresiasi.

Modernisasi memang membawa perubahan pada alat musik dan musik tradisional Nusantara. Banyak alat musik jarang dijumpai lagi, bahkan jarang dimainkan. Beruntung ada Sound of Borobudur yang menggali kembali alat-alat musik tradisional sehingga tidak punah. Semoga ada upaya sejenis seperti merekonstruksi alat transportasi, fauna, dan flora yang ada di relief Borobudur.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun