Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Abaikan Makalah sebagai Sumber Referensi bagi Mahasiswa dan Ilmuwan

4 Maret 2021   13:38 Diperbarui: 4 Maret 2021   14:03 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makalah yang sudah dijilid (Dokpri)

Selain buku, saya memiliki banyak makalah. Makalah-makalah itu saya kumpulkan sejak 1980-an dari berbagai kegiatan seperti diskusi, seminar, dan sejenisnya. Ada makalah tunggal, ada pula makalah rombongan. Istilah baru yah, makalah rombongan, hehehe...

Pada saat-saat awal mengikuti kegiatan, makalah yang dibagikan kepada para peserta itu masih distensil. Teknologi pencetakan memang masih belum berkembang. Karena distensil, isi makalah hanya terdapat pada satu muka. Atau dengan kata lain tidak dicetak bolak-balik. Akibatnya makalah menjadi tebal.

Pada masa kemudian teknologi fotokopi mulai berkembang. Makalah pun diperbanyak dengan cara fotokopi. Namun kendala membaca masih tetap ada. Soalnya, ada beberapa huruf yang tidak jelas terbaca. Maklum, pengetikan makalah masih menggunakan mesin tik manual. Begitu pula pengetikan kertas stensil.

Makalah-makalah pada masa awal, dicetak dengan kertas duplikator. Mirip kertas koran sehingga kualitasnya di bawah kertas HVS atau kertas fotokopi yang umum dikenal.

Makalah yang sudah dijilid (Dokpri)
Makalah yang sudah dijilid (Dokpri)
Jilid

Karena banyak makalah, sedikit demi sedikit saya jilid. Saya beli stapler besar yang bisa mencapai kedalaman 20 mm. Makalah-makalah itu saya kelompokkan berdasarkan bahan (kertas duplikator atau fotokopi), topik (arkeologi, sejarah, dsb), dan ukuran (kuarto atau folio).

Dalam satu kegiatan, umumnya paling banyak ada tiga makalah. Namun ada pula makalah dalam jumlah banyak. Saya pernah mengikuti kegiatan yang mengambil waktu beberapa hari, seperti Pertemuan Ilmiah Arkeologi, Seminar Sejarah Nasional, dan Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional.

Yang agak sulit, mengatur makalah bertopik sama tapi ukuran kertas berbeda. Tapi tak apalah, yang penting terbaca.

Sebelum dijilid, pada bagian depan dan belakang saya beri karton. Kadang-kadang pada bagian depan berupa plastik, baru pada bagian belakang karton. Tiap makalah yang sudah dijilid, saya tempelkan daftar isi yang saya tik. Rata-rata per jilid berisi tiga makalah. Ini supaya tidak terlalu tebal.

Sedikit demi sedikit makalah yang sudah dijilid, saya bawa ke toko kertas untuk dipotong. Atau diratakan kiri-kanan dan atas-bawah. Disisir, begitulah istilah toko kertas. Kalau sudah rapi, saya beri lakban.

Hingga saat ini saya punya ratusan makalah. Sebagian sudah berjilid rapi. Sebagian masih terdapat pada ordner. Saya punya sekitar 50 ordner yang saya simpan pada kontener besar. Seperti halnya buku, makalah menjadi sumber referensi penting buat para mahasiswa atau ilmuwan. Jadi jangan abaikan makalah, meskipun bentuknya sangat sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun