Kegiatan arkeologi di lapangan yang paling khas berupa ekskavasi. Sebelum dilakukan ekskavasi, sering kali didahului dengan survei (permukaan). Â
Hasil survei diteliti di dalam kantor. Sebelumnya benda-benda hasil survei, terutama yang berbentuk kecil, dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pada label dituliskan nama wilayah, nama situs, tanggal survei, nama temuan, berat temuan, dsb.
Begitu pun hasil ekskavasi. Selalu diberi label untuk memudahkan penelitian selanjutnya. Label temuan ibarat ID Card setiap benda hasil penelitian arkeologi.  Benda-benda yang sudah diberi label dimasukkan ke dalam kontener.
Selain adanya label survei dan label ekskavasi, setiap kotak ekskavasi pun diberi label seperti nama situs, kotak, lot/spit, dan tanggal. Tidak lupa tanda panah dan skala meter. Tanda panah dipasang menunjuk arah utara. Dengan demikian arah-arah lain bisa diidentifikasi. Sementara itu skala meter dipasang untuk menggambarkan ukuran benda temuan. Ukuran skala meter tergantung besar kecil benda temuan.
Skala meter untuk kotak galian juga harus disertakan. Biasanya berukuran 1 meter. Skala meter dibuat dari kertas atau kayu dengan selang-seling warna, seperti hitam-putih-hitam.
Kembali ke masalah label, di dunia arkeologi label survei dan label ekskavasi diklasifikasikan menjadi 10 jenis, yaitu batu, gerabah, kerang, arang, kaca, logam, bata, emas, tulang, dan keramik. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pencatatan. Label temuan dibuat berwarna--warni supaya mudah dikenali sesuai peruntukan masing-masing.
Pencatatan, penggambaran, dan pemotretan dilakukan di lapangan. Ini yang membedakan kerja arkeologi dengan penggalian liar. Perekaman data, begitulah istilahnya. Ekskavasi sistematis membutuhkan waktu lama. Bisa berbentuk ekskavasi horisontal atau ekskavasi vertikal, tergantung tujuan ekskavasi.
Hasil ekskavasi dianalisis di kantor. Bisa dianalisis sendiri atau minta bantuan pihak lain, seperti Batan Tenaga Atom Nasional, Lembaga Biologi Nasional, dan Balai Konservasi Borobudur. Bisa juga ke narasumber individu, seperti pakar keramik, pakar geologi, pakar antropologi fisik, dan pakar paleontologi.
Hasil-hasil ekskavasi kemudian dipublikasikan dalam bentuk tulisan, seperti jurnal. Ada yang bersifat ilmiah, ada pula yang populer. Benda-bendanya tentu saja dipamerkan untuk publik karena dana survei dan ekskavasi menggunakan dana publik. Tempat pameran hasil ekskavasi arkeologi bisa di Rumah Peradaban, bisa pula di museum.***