Akhir Desember 2020 seorang nelayan bernama Saeruddin, menemukan benda aneh di perairan Selayar (Sulawesi Selatan). Benda aneh itu memiliki dua kamera, yakni di bagian depan dan tengah. Bahkan, sebagaimana saya kutip dari detik.com, ketika diambil oleh Saeruddin, kamera itu masih menyala.
Beberapa waktu kemudian diketahui benda aneh itu disebut seaglider. Sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial bahwa benda aneh itu berfungsi sebagai drone mata-mata Tiongkok. Â
Saya kutip juga dari cnnindonesia.com bahwa seaglider adalah kendaraan bawah air tanpa awak. Alat ini diprogram untuk dapat bergerak ke mana, kapan, dan apa yang harus diteliti.
Seaglider berfungsi mengumpulkan berbagai data dari lokasi tempat dia dikirim. Artinya, seaglider dapat menggambarkan kondisi laut Indonesia. Kemampuan menyelam seaglider pada kedalaman 200 hingga 1.000 meter. Seaglider muncul secara berkala untuk menentukan posisinya, mengirimkan data yang dikumpulkan, dan menerima perintah melalui telemetri satelit.
Pada 2000-an saya pernah mendapat info bahwa di perairan Selayar ada kapal kuno tenggelam. Orang asing yang menguasai perairan itu berhasil melakukan penjarahan banyak artefak untuk dibawa ke luar negeri. Entah mengapa pihak berwenang di negara kita kalah cepat dengan gerak mereka. Lihat tulisan tentang harta karun laut dari Selayar [di sini].
Beberapa kali instansi arkeologi pernah melakukan penelitian di Selayar. Nama Selayar disebut beberapa sumber kuno. Menurut Kitab Nagarakretagama, misalnya, pada abad ke-13 Selayar merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bahkan jauh sebelumnya Selayar telah menjalin hubungan dengan Asia, sebagaimana temuan nekara perunggu dari Indocina.
Dalam hukum Amanna Gappa (1884) Selayar disebutkan sebagai salah satu daerah tujuan niaga. Bahkan karena letak geografis Selayar yang strategis, Selayar menjadi salah satu bandar transito untuk menunggu musim berlayar yang baik. Sistem pelayaran pada masa itu memang tergantung angin.
Salah satu referensi tentang Selayar saya dapatkan dari makalah Naniek Harkantiningsih pada Pertemuan Ilmiah Arkeologi 1983. Terungkap bahwa Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pernah meninjau Selayar pada 1980. Mereka menemukan sisa penguburan tempayan, makam kuno, dan keramik. Diketahui pula saat itu sering terjadi penggalian liar. Baru pada 1982 Pusat Penelitian Arkeologi melakukan penelitian sistematis.
Keramik hasil perburuan ilegal banyak diperjualbelikan. Beberapa di antaranya sudah dibawa ke mancanegara.