Selama dua hari, 16 dan 17 Desember 2020, para arkeolog yang tergabung dalam IAAI Komda Jabodetabek bersama Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyelenggarakan sebuah kegiatan bertajuk pelatihan identifikasi keramik.Â
Kegiatan itu diikuti 20 peserta secara luring. Maklum dalam masa pandemi Covid, protokol kesehatan yang ketat tetap diberlakukan. Untuk menampung masyarakat, kegiatan juga bisa disaksikan secara daring lewat Zoom dan Youtube.
Kegiatan menghadirkan dua narasumber yang sudah berpengalaman di bidang keramik, yakni Ibu Widiati dan Ibu Ekowati. Ibu Widiati pernah menjadi bagian dari tim yang menangani benda-benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam di perairan Nusantara.Â
Sementara Ibu Ekowati lama menjadi kurator keramik Museum Nasional. Kedua pakar keramik itu didampingi Ibu Zainab Tahir dari Galeri Maritim Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai moderator.
Sebelum mengamati fisik benda secara langsung, para peserta dibekali pengetahuan oleh kedua narasumber. Menurut Ibu Ekowati, keramik kuno atau keramik asing terdiri atas tiga jenis, yakni tembikar (earthenware), batuan (stoneware), dan porselin (porcelain).
Perbedaannya dalam hal pembakaran. Kalau tembikar pada suhu 350---1.000 derajat C., kedua lainnya di atas 1.150 derajat C.
Koleksi keramik asing di Museum Nasional terbilang sangat luar biasa. Sebagian besar berasal dari Tiongkok. Keramik tertua, menurut Ibu Ekowati, berasal dari Dinasti Han (206 SM---220 M). Yang termuda dari Dinasti Qing (abad ke-16---19). Keramik asing lain berasal dari:Â
- Annam/Vietnam (abad ke-13---17),Â
- Siam/Thailand (abad ke-13---17),Â
- Jepang (abad ke-17---19),Â
- Myanmar (abad ke-13---16),Â
- Kamboja (abad ke-12---13),Â
- Timur Tengah (abad ke-17---19), danÂ
- Eropa (abad ke-17---20).
Sebagai komoditi dari masa lampau, tentunya keramik dapat mengungkapkan segi kebudayaan, ekonomi, dan politik. Apalagi keramik mengandung pertanggalan sehingga memudahkan penyusunan kisah sejarah secara kronologis.
Ibu Ekowati mencontohkan temuan keramik tertua yang diduga dibawa oleh migran Tiongkok yang kemudian menetap di Nusantara berupa temuan benda pusaka sebagai peralatan upacara dari masa Dinasti Han (206 SM---220 M). Ada lagi temuan keramik yang diduga dibawa pendeta dan peziarah dari Tiongkok masa Dinasti Tang (618---906) sebagai peralatan upacara yang ditinggalkan.
Begitulah sedikit kisah tentang keramik. Namun yang terbanyak ditemukan di Nusantara berupa keramik sebagai komoditi perdagangan atau produk masal. Bentuknya peralatan rumah tangga, bekal kubur, denda adat, mahar, benda pusaka, dan status sosial. Boleh dibilang kualitas keramik-keramik ini relatif rendah dibandingkan keramik sebagai hadiah atau upeti untuk pejabat/penguasa setempat.
Lihat tulisan sebelumnya [di sini]. Â
Untuk mengidentifikasi keramik, perlu diperhatikan unsur-unsur yang ada pada keramik, yakni bentuk, bahan, tempat asal/tempat produksi, hiasan (teknik, warna, motif, ragam, letak hiasan), glasir (lapisan tipis transparan/berwarna, mengkilat, menutupi permukaan keramik), periode, tempat penemuan, dan fungsi.