Pada 1986 saya membeli sebuah buku berjudul Early Tenth Century Java from the Inscriptions seharga Rp 8.650. Ada rasa kagum kepada buku tersebut. Hebat yah orang asing mau menulis buku tentang prasasti-prasasti dari Jawa yang bertarikh abad ke-9 hingga ke-10. Kekaguman lain, mau-mauan saja KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) menerbitkan buku tersebut.
Saat itu bahkan sampai kini memang pakar Indonesia yang mau menulis buku tentang topik demikian, terbilang langka. Begitu pun penerbit Indonesia. Mungkin tidak bakalan balik modal kalau menerbitkan buku 'berat' semacam itu. Faktor komersial tentu menjadi perhatian.
Kehadiran buku tersebut jelas sangat bermanfaat buat akademisi, peneliti, mahasiswa, dan para pemerhati atau peminat sejarah kuno Nusantara. Banyak prasasti dibahas dalam buku tersebut, meskipun masanya terbatas.
Buat yang belum paham, prasasti adalah tulisan kuno pada batu atau logam. Sangat sedikit sekali orang masa kini yang mengerti aksara tersebut. Maklum, sekarang telah menjadi bahasa mati. Yang mempelajari aksara tersebut biasanya kalangan arkeolog yang menggeluti dunia epigrafi. Epigrafi adalah nama keren untuk ilmu yang mempelajari prasasti.
Bukan cuma mengalihaksarakan tulisan 'ureg-ureg' itu ke dalam aksara Latin yang dikenal sekarang. Masih ada kegiatan lain yang termasuk sulit, seperti mengalihbahasakan dan menafsirkan. Tentu perlu ketelatenan. Kegiatan akan terasa lebih sulit bila ada aksara yang aus, rusak, atau hilang. Maklum banyak prasasti berusia ratusan tahun hingga lebih dari 1.000 tahun.
Pasti Barrett Jones perlu waktu bertahun-tahun untuk menulis buku tersebut. Jones kelahiran 1939 adalah mahasiswa Studi Indonesia dan Malaysia di Australia. Ia terinspirasi dari F.H. van Naerssen dalam menekuni ilmu epigrafi. Jones mendapat gelar M.A. dari Universitas Sydney pada 1969. Selanjutnya meneruskan studi di London di bawah bimbingan J.G. de Casparis. Ia mendapat gelar doktor pada 1976.
Naerssen dan Casparis adalah dua jawara prasasti zaman baheula. Mereka mahir membaca prasasti kuno, terutama yang berbahasa Jawa Kuno. Naerssen berasal dari Australia, sementara Casparis dari Belanda.
Kalau ada pertanyaan siapa ahli Bahasa Batak kuno, ini pun mencengangkan kita. Uli Kozok, salah satu pakarnya. Melihat namanya saja berasa ada yang 'aneh'. Uli Kozok memang bukan orang Indonesia. Ia lahir pada 1959 di Jerman. Pada 1981 ia berkuliah di Jurusan Bahasa dan Budaya Austronesia di Universitas Hamburg.