Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nostalgia Koin Nederlandsch-Indie untuk Kerokan dan Main Gasing

1 September 2020   09:57 Diperbarui: 1 September 2020   10:00 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koin 2 1/2 Cent dan 1 Cent Nederlandsch-Indie (koleksi pribadi)

Buat kakek-nenek kita, kerokan dianggap lebih mujarab daripada berobat ke dokter. Kalau cuma masuk angin, sering kali kerokan saja sudah cukup. Istilah 'kerokan' pasti sudah populer.

Dulu kakek-nenek kita menggunakan uang logam atau koin yang sudah tidak berlaku lagi. Koin yang paling banyak dipakai adalah benggol 2 Cent Nederlandsch-Indie. Koin ini cukup besar sehingga mudah dipegang. Bagian pinggirnya pun rata sehingga tidak sakit bila koin beradu dengan kulit. Saya punya tiga buah koin ini. Karena sudah aus, saya yakin pernah dipakai kerokan.

Minyak yang digunakan untuk kerokan cukup banyak, tergantung selera. Ada yang senang minyak kayu putih. Ada yang senang bawang merah. Ada pula yang memakai minyak kelapa, bahkan pada masa sekarang body lotion. Yang penting koin tidak seret di badan.

Pada masa berikutnya duit kerokan menggunakan koin 1000. Ukurannya lebih kecil daripada koin benggol. Mungkin karena generasi sekarang tidak punya uang benggol. Saya pun suka dikerok memakai koin 1000. Memang tidak sakit di badan.

Ilustrasi memegang tali gasing (dokpri)
Ilustrasi memegang tali gasing (dokpri)
Bolong

Koin lain yang akrab dengan generasi masa lalu adalah koin 1 Cent yang bolong di tengah. Di kalangan numismatis atau kolektor uang kuno, dikenal dengan sebutan sen bolong. Ini untuk membedakan dengan koin 1 Cent yang tidak bolong, yang di kalangan numismatis disebut sen buntu.

Dulu saya menggunakan sen bolong untuk bermain panggal atau gasing. Gasing harus dimainkan menggunakan tali. Nah, pada bagian ujung tali diberi koin bolong agar kita mudah memegang tali untuk dilontarkan.

Permainan lain yang menggunakan sen bolong adalah cien tse. Ini dari bahasa Mandarin cien = uang, dan tse = kertas. Kertas dipotong-potong, lalu diikat menggunakan koin bolong. Koin itu berfungsi sebagai pemberat. Ini permainan anak wanita.

Kertas itu dilontarkan dengan telapak kaki agar tidak jatuh ke tanah. Pemain yang paling banyak melontarkan kertas, dialah menjadi pemenang. Pada masa kemudian peranan koin dan kertas digantikan bunga kamboja.

Koin 2 Cent dan 1 Cent terbuat dari tembaga. Koin 2 Cent dikeluarkan mulai 1850-an hingga 1945. Sementara koin 1 Cent bolong dikeluarkan 1936 hingga 1945. Koin keluaran 1945 paling banyak dicetak. Sampai sekarang kedua koin masih banyak ditemukan. Harga jualnya masih murah, paling Rp 5.000-Rp 10.000 untuk kondisi bagus. Artinya tidak berkarat atau aus.

Namun sayang masih banyak masyarakat awam tidak mengerti koin seperti itu. Mereka menganggap 'koin kuno' selalu berharga mahal. Padahal tidak semua 'uang kuno' berharga mahal. Biasanya harga tergantung kondisi (bersih, aus, berkarat, dll).***   

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun