Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah negara federasi yang berdiri pada 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar (KMB): Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda.Â
Hasil-hasil KMB diratifikasi oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada 6-15 Desember 1949. KNIP merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
RIS yang memiliki 16 negara bagian memilih Ir. Sukarno sebagai Presiden RIS dan Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Negara-negara tersebut antara lain Negara Republik Indonesia dengan ibu kota Yogyakarta, Negara Indonesia Timur dengan ibu kota Makassar, Negara Pasundan dengan ibu kota Bandung, dan Negara Sumatra Timur dengan ibu kota Medan. Selain itu ada beberapa daerah yang berdiri sendiri, seperti Dayak Besar, Banjar, dan Kalimantan Tenggara. Â
Namun Kabinet RIS hanya memerintah sampai 17 Agustus 1950. Pada hari ini RIS menjelma menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berarti negara federal itu tidak mencapai usia satu tahun.
Akibat perang kemerdekaan, banyak prasarana hancur. Di bidang ekonomi, masakah utama adalah inflasi. Maka untuk mengatasi inflasi, pemerintah mengeluarkan peraturan pemotongan uang pada 19 Maret 1950. Berdasarkan peraturan itu, uang yang bernilai 2,50 gulden ke atas dipotong menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengahnya. Â
Sementara itu sebagai negara, RIS juga mengeluarkan mata uang. Mata uang RIS dikeluarkan pada 1 Januari 1950, berupa nominal Rp 5 dan Rp 10. Keduanya bergambar Presiden Sukarno pada bagian muka dan undang-undang/pemandangan alam pada bagian belakang. Â
Mata uang RIS ditandatangani oleh Menteri Keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Sementara perusahaan pencetaknya adalah Thomas De La Rue and Co. Ltd. London. Keduanya berukuran sama, yakni 136 mm x 64 mm. Sebagai pengaman dilakukan cetak ukir (engraved).Â
Pada 17 Agustus 1950 uang RIS ditarik dari peredaran. Jadi uang RIS hanya beredar selama delapan bulan. Sejak lama uang RIS menjadi koleksi numismatik yang menarik.
Dengan diangkatnya Sukarno-Hatta, tentu saja timbul kekosongan pada posisi Presiden Republik Indonesia yang saat itu merupakan salah satu negara bagian dari RIS.Â
Kemudian diangkatlah Mr. Assaat Datuk Mudo (1904-1976) menjadi Acting Presiden Republik Indonesia atau Pejabat Presiden berkedudukan di Yogyakarta. Setelah Indonesia berubah lagi menjadi NKRI, berakhir pula jabatan yang dipegang Mr. Assaat.