Banyak orang, terutama generasi milenial, pasti tidak tahu kalau dulu pernah ada Bank Prasidha, Bank Tamara, Bank Bali, Bank Index Selindo, dsb. Bank-bank swasta ini pernah berperan dalam kancah perekonomian Indonesia. Maklum, dulu untuk mendirikan bank sangat mudah.
Namun badai ekonomi menerpa Indonesia dengan adanya krisis moneter (krismon) pada 1998. Sejak itu banyak bank melakukan merger, bahkan pemerintah melakukan likuidasi terhadap beberapa bank.
Bank Bali, misalnya, berganti jadi Bank Permata. Lalu beberapa bank pemerintah, yakni Bank Ekspor-Impor (Exim), Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Bumi Daya melakukan merger jadi Bank Mandiri. Â Â
Bukti pernah adanya beberapa bank swasta adalah dengan melihat selongsong uang kertas. Saya masih punya banyak, dengan berbagai nominal.
Selongsong uang kertas digunakan untuk mengikat satu bundel atau 100 lembar dengan nominal tertentu yang seragam. Ini dapat diketahui lewat tulisan pada bagian depan selongsong. Misalnya bertuliskan Rp 1.000.000, berarti berisi satu bundel pecahan Rp 10.000 atau Rp 50.000 berarti pecahan Rp 500. Dulu uang kertas nominal Rp 500 cukup berarti.
Selongsong uang kertas terdiri atas dua jenis berdasarkan nama bank. Yang pertama bertuliskan Bank Indonesia. Itu berarti uang dalam bundelan masih baru, istilah dalam numismatik Uncirculated atau belum pernah beredar. Identik dengan mint dalam istilah filateli.
Yang kedua bertuliskan nama bank pemerintah atau swasta, sebagaimana contoh di atas. Itu berarti uang kertas pernah dipakai bertransaksi atau used dalam istilah filateli.
Selongsong uang kertas menjadi bagian pula dalam numismatik atau koleksi uang lama. Ini karena selongsong berkenaan dengan uang.
Karena sebagai selingan, belum ada katalogus yang memperkirakan harga jual. Harga biasanya tergantung kesepakatan saja. Pokoknya murah meriah. Pedagang numismatik pun jarang bertransaksi koleksi ini.
Meskipun kurang disukai, yang jelas selongsong uang bisa bercerita tentang sejarah bank. Bahwa suatu bank pernah ada dan ikut memutar roda perekonomian Indonesia.***
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H