Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Museum Masa 1980-an dari Sepotong Karcis

10 Agustus 2020   08:20 Diperbarui: 10 Agustus 2020   08:30 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karcis museum 1999 (Dokpri)

Pada 1980-an karcis masuk museum cukup murah. Saya masih menyimpan beberapa potong karcis tersebut. Karcis masuk Museum Nasional cuma Rp 200, sementara di Museum Sejarah Jakarta Rp 100. Dulu, bahkan sampai sekarang, Museum Nasional berada di bawah Pemerintah Pusat dan Museum Sejarah di bawah Pemprov DKI Jakarta.

Pada kedua karcis itu terdapat logo Pemprov DKI Jakarta dan bolong-bolong kecil. Memang dulu sebagian hasil karcis masuk ke Kantor Bendahara Negara, sebagian lagi ke Dinas Pajak DKI Jakarta.

Karcis Museum Nasional sebesar Rp 200 berlaku untuk kategori dewasa. Untuk anak-anak dan para pelajar dikenakan separuhnya, yakni Rp 100. Begitu pula di Museum Sejarah Jakarta, separuh harga untuk anak-anak dan pelajar. Bahkan ada diskon lagi kalau datang rombongan.

Sudah murah museum masih sepi pengunjung. Paling-paling wisatawan mancanegara yang mendatangi Museum Nasional. Ketika itu di Jakarta baru ada beberapa museum.

Karcis masuk museum masa 1980-an (Dokpri)
Karcis masuk museum masa 1980-an (Dokpri)
Murah

Karcis masuk Museum Benteng Vredeburg pun cukup murah, yakni Rp 200. Museum ini terletak di Yogyakarta. Persis di seberang Gedung Agung.

Di antara banyak museum, saya paling sering mengunjungi Museum Nasional, yang sebelumnya bernama Museum Pusat. Seingat saya, mulai 1976 saya ke sana. Sebenarnya tujuan utama adalah perpustakaan, yang memang berada di dalam Museum Pusat. Dulu Perpustakaan Museum Pusat sangat besar. Sistem peminjamannya tertutup. Artinya kita mencari buku lewat katalog, lalu petugas  akan mencarikan buku yang kita pilih itu.

Biasanya setelah dari perpustakaan, saya melihat-lihat isi museum. Dulu masuk museum dan perpustakaan bisa gratis karena saya memiliki kartu anggota perpustakaan.

Pada 1999 saya kembali mengunjungi museum di sekitar Kotatua Jakarta. Kala itu mengajak kedua anak saya yang masih kecil. Pada saat itu pengelola museum adalah Dinas Museum dan Pemugaran. Saya cuma sempat ke Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Karcis masuk museum sudah meningkat, yakni Rp 600 untuk anak-anak dan Rp 2.000 untuk dewasa.

Sebelumnya pada 1992 saya mengunjungi Museum Adam Malik di Jalan Diponegoro 29. Karcis masuk untuk dewasa Rp 1.000. Buat ukuran waktu itu, harga karcis termasuk mahal. Maklum, Museum Adam Malik harus mencari dana sendiri karena berstatus museum swasta. Harga karcis Museum Nasional saja belum segitu. Pada 2000-an baru Museum Nasional menaikkan karcis menjadi Rp 500. Sayang beberapa tahun lalu Museum Adam Malik tutup. Kini hanya namanya yang terdokumentasikan.

Karcis Museum Adam Malik dan Museum Bank Indonesia (Dokpri)
Karcis Museum Adam Malik dan Museum Bank Indonesia (Dokpri)
Protes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun