Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dulu, Penjajah Saja Cinta Kebudayaan Indonesia

31 Juli 2020   12:43 Diperbarui: 31 Juli 2020   12:43 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewa Wisnu duduk di atas Garuda (Dokpri)
Dewa Wisnu duduk di atas Garuda (Dokpri)
Wisnu

Pada uang pendudukan Jepang, Dai Nippon Teikoku Seihu, nominal Seratoes Roepiah terdapat  gambar utama yang cukup menarik berupa patung Wisnu duduk di atas Garuda. Dalam pantheon Hindu, Wisnu adalah dewa pemelihara dunia. Ia memiliki kendaraan tunggangan yang setia, Garuda. Tugas Wisnu adalah mengusir segala kejahatan yang mengganggu ketenteraman dunia.  Sementara Garuda melambangkan keberanian dan pengusir kegelapan/kejahatan. Arca seperti itu sering kali menggambarkan Raja Airlangga pada abad ke-11.  

Banyak arca seperti itu. Yang agak besar terdapat di Pusat Informasi Majapahit atau Museum Trowulan, Mojekerto. Wisnu digambarkan memiliki empat tangan. Seluruh tubuhnya dipenuhi perhiasan.

Arca batu setinggi lebih dari satu meter menggambarkan dewa Wisnu7 duduk di atas Garuda koleksi Pusat Informasi Majapahit (Foto: BPCB Jawa Timur)
Arca batu setinggi lebih dari satu meter menggambarkan dewa Wisnu7 duduk di atas Garuda koleksi Pusat Informasi Majapahit (Foto: BPCB Jawa Timur)
Terlihat pula kaki Garuda mencengkeram seekor ular. Ular menjadi lambang dunia bawah dan kejahatan. Tangan kiri Garuda memegang kendi berisi air amerta, yakni air untuk kehidupan abadi.   

Meskipun menjajah, ternyata mereka cinta kebudayaan Nusantara. Mereka saja cinta, kita harus lebih cinta.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun