Sore tadi pas menjelang hujan saya buka Instagram. Ada acara yang saya anggap menarik, yakni bincang tentang gajah oleh Mbak Mika Bowo Laksono. Acara ini dituanrumahi oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Balar Sumsel).
Sebagai host Mas Ruly Fauzi dari Balar Sumsel. Kloplah bincang ini. Mbak Mika adalah seorang geolog, yang mengambil spesialisasi paleontologi. Sementara Mas Ruly, seorang arkeolog dengan spesialisasi prasejarah. Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari fosil purba, sementara prasejarah mempelajari segala hal sebelum manusia mengenal tulisan.
Pada prinsipnya geologi dan arkeologi ada memiliki kesamaan. Geologi melakukan pekerjaannya dengan ekskavasi (penggalian). Arkeologi juga melakukan ekskavasi. Cuma bedanya, tujuan geologi mencari benda-benda nonbudaya, seperti fosil hewan dan fosil tumbuhan. Sementara tujuan arkeologi mencari benda-benda budaya, seperti keramik, arca, dan alat rumah tangga. Namun dalam praktiknya, geologi sering menemukan benda budaya dan arkeologi menemukan benda nonbudaya.
Arkeologi banyak meminta bantuan geologi, terutama untuk menganalisis umur lapisan tanah (stratigrafi). Dari situ bisa diketahui umur fosil. Kerja bareng arkeologi-geologi sudah terjalin lama.
Bincang tadi tentang gajah. Fosil gajah purba memang banyak ditemukan di Indonesia. Temuan terakhir adalah gajah purba Archidiskodon di situs Bumiayu, Jawa Tengah. Berdasarkan biostratigrafi diperkirakan usianya sekitar 2 juta tahun lalu dari Pliosen Atas. Penemuan gajah purba yang lebih muda disebut Mastodon sp dan Tetralophodon bumiayuensis, berusia sekitar 1,5 juta tahun. Info ini saya peroleh dari buku Bumiayu-Prupuk-Semedo karya Prof. (Ris) Harry Widianto dari Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di Jawa memang banyak ditemukan fosil gajah. Pada 2017 ditemukan fosil gajah purba di Gua Braholo. Namun usianya masih berusia muda, sekitar 33.000 tahun. Pada awal 2020 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur mengekskavasi fosil gajah purba. Diperkirakan fosil gajah purba termuda berusia sekitar 11.000 tahun dari Punung, Pacitan.
Ironisnya kalau bicara gajah purba, orang selalu menganggapnya Dinosaurus. Padahal Dinosaurus bukanlah hewan purba yang ada di Nusantara. Fosil hewan purba terbesar bisa disaksikan di Museum Geologi Bandung. Menurut mbak Mika, di Bandung pun pernah ditemukan fosil gajah purba. Ketika itu seorang warga sedang menggali tanah untuk pembuatan sumur.
Soal kelangkaan fosil gajah purba di Sumatera dan Kalimantan juga diuraikan Mbak Mika. Kedua daerah dulu merupakan rawa, jadi kandungan tanahnya asam. Karena itu fosil-fosil purba mudah rapuh di sana. Mungkin saja fosil gajah purba belum ditemukan sampai sekarang. Bukan tidak mungkin nanti ada temuan fosil gajah purba dari Sumatera dan Kalimantan.
Sebaliknya gajah modern justru banyak di Sumatera dan tidak tidak ada di Jawa. Dugaan mbak Mika, gajah-gajah banyak diburu oleh masyarakat. Habitatnya pun semakin terdesak. “Mungkin karena gajah dianggap hama yang merusak tanaman,” kata mbak Mika.