Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal. Pembatasan sosial, termasuk jaga jarak dan larangan berkerumun dalam jumlah banyak, menyebabkan sekolah menyelenggarakan sistem belajar jarak jauh. Istilah bekerja dari rumah dan belajar dari rumah, populer sejak Maret 2020 lalu.
Untung saja teknologi informasi sudah cukup maju, sehingga bekerja, belajar, dan melakukan aktivitas lain bisa dilakukan melalui bantuan internet. Cukup punya komputer atau ponsel pintar, tentu dengan paket data memadai.
Untuk kesekian kalinya Museum Kebangkitan Nasional (Muskitnas) menyelenggarakan kegiatan daring. Kali ini berupa diskusi bertopik "Belajar Sejarah di Masa Normal Baru", bekerja sama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah DKI Jakarta. Kegiatan berlangsung Rabu, 17 Juni 2020 pukul 08.00-10.30. Â
Selain melalui Zoom, kegiatan ini ditayangkan langsung lewat kanal Youtube. Ada dua pembicara dalam kegiatan itu, yakni Pak Nurchozin dari Muskitnas dan Pak Zia Ulhaq dari SMA Negeri 42 Jakarta. Bertindak sebagai moderator Ibu Madu Nurliasari dari SMA 13 Muhammadiyah.
Para peserta bukan hanya dari Jakarta. Banyak peserta berasal dari luar Jakarta, termasuk masyarakat umum. Itulah keunggulan kegiatan daring dibandingkan kegiatan tatap muka.
Belajar sejarah secara formal di dalam kelas tentu saja mengalami kendala. Entah kapan pandemi ini akan berakhir. Secara informal memang belajar sejarah juga bisa melalui museum. Namun museum juga harus tutup. Baru 16 Juni 2020 ini sejumlah museum dibuka secara terbatas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Muskitnas, sebagai museum yang menyimpan informasi tentang Kebangkitan Nasional pada 1908, tentu dibutuhkan oleh para guru dan pelajar, termasuk mahasiswa dan para peneliti. Agar tetap bisa berkunjung ke masyarakat, kemudian Muskitnas membuat museum virtual. Selain laman, berbagai informasi lewat media sosial Facebook dan Instagram juga diperkuat. Â
Ibu Nurlisa, seorang guru dari Riau, mempersoalkan sinyal yang sering lemot dalam diskusi itu. Ini yang mempersulit penyampaian bahan ajar.
"Pemanfaatan aplikasi virtual dalam rangka pelayanan museum untuk masyarakat merupakan alternatif yang strategis, karena museum tetap dibutuhkan masyarakat sebagai media belajar sejarah dan budaya," demikian Pak Wahyudi.