Sebagaimana tahun lalu, kali ini pun Museum Bank Indonesia (MBI) mengadakan pertemuan dengan komunitas, sahabat, dan pemangku kepentingan museum. Ajang itu juga menjadi silaturahmi, apalagi dirayakan pada awal tahun. MBI berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara, di seberang stasiun kereta api Jakarta Kota dan di seberang halte Transjakarta.
Menurut panitia, acara itu diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan tugas MBI sebagai sarana komunikasi kebijakan BI dan membangun jejaring dengan museum/instansi/komunitas se-DKI Jakarta. Acara berlangsung di Ruang Serbaguna MBI.
Kepala MBI Pak Dandy Indarto memberikan kata sambutan. Beliau mengatakan selama tahun 2019 MBI telah memfasilitasi 60-an kegiatan, dalam arti menyediakan ruangan secara gratis kepada masyarakat yang ingin mengadakan kegiatan. Tentu saja tidak semua keperluan disediakan MBI.
Pihak museum, kata Pak Dandy, melarang kegiatan yang menyediakan minuman keras dan sejenisnya. Tahun lalu berbagai kegiatan di museum antara lain pameran arsitektur dan pameran numismatik. Juga pameran wastra yang motif-motif kainnya terdapat pada mata uang kertas.
[Tulisan tahun lalu bisa dilihat DI SINI].
Menurut Pak Dandy, Museum BI berfungsi sebagai sarana edukasi. Ini bisa terlihat dari berubahnya  pengelola Museum BI dari Departemen Pengelolaan Aset ke Departemen Komunikasi Divisi Pengelolaan Museum. Karena berfungsi sebagai sarana edukasi, maka kata Pak Dandy, pimpinan BI tidak menyetujui kenaikan tiket masuk. Saat ini tiket masuk Rp 5.000.
Penjelasan Pak Dandy ini terkait usulan seorang peserta silaturahmi agar Museum BI menaikkan tarif masuk, sekaligus membedakan antara wisatawan nusantara dengan wisatawan luar negeri. Soalnya sepengetahuan bapak penanya itu, tiket masuk di mancanegara relatif mahal tapi pengunjung rela antre panjang.
Pada kesempatan itu Pak Dandy meluncurkan ikon Museum BI yang diberi nama Mubi. Tentu saja singkatan dari Museum BI.