Banyak masyarakat awam sering terpedaya oleh ulah segelintir orang. Apalagi mendengar harga 'uang kuno' yang mencapai jutaan rupiah. Sesungguhnya, tidak semua 'uang kuno' berharga mahal. Masih ada yang berharga relatif murah, baik uang kertas maupun uang logam (koin), sehingga terjangkau oleh kolektor pemula.
Mungkin agar 'fantastik' mereka menggunakan kata 'uang kuno'. Padahal, di mata kolektor uang kuno atau numismatis, mereka cukup menyebutkan nominal, tahun emisi, dan tingkat kondisi koleksi tersebut yang biasa disebut grade. Atau bahkan dilengkapi foto.
Sebenarnya ada delapan grade, namun secara singkat disebut bagus (prima), cukup (lumayan), dan jelek. Semakin bagus kondisi koleksi, maka harga akan semakin meningkat. Jadi harga tidak bisa dipukul rata.
Inilah yang belum dipahami masyarakat awam. Lihat saja di halaman atau grup jual beli di media sosial. "Dimaharkan, harga tertinggi angkut," begitulah antara lain postingan si penjual. Betapa kondisi koleksi sudah amburadul, seperti terlipat, kotor, dan sobek (untuk uang kertas) dan kotor, berkarat, dan aus (untuk uang logam).
Yang sedang ramai adalah postingan tentang penjualan koin Rp 100, yang disebut-sebut istimewa karena bertahun 1971. Mereka menawarkan koleksi tersebut dengan berbagai harga. Ada yang cuma Rp 100.000 untuk tiga keping. Malah yang fantastis, ada yang memasang harga Rp 1,5 juta untuk satu keping. Ada yang menyertakan kata uka-uka, ada pula yang tidak.
Kontan saja banyak yang mem-bully postingan tersebut. Maklumlah, Bank Indonesia tidak pernah menerbitkan koin Rp 100 emisi 1971. Aslinya, uang tersebut dikeluarkan pada 1973. Emisi 1973, begitulah yang dikenal dunia numismatik. Koin itu cukup tebal dan pada salah satu sisi bergambar rumah gadang.
Dari situs resmi Bank Indonesia, diketahui koin emisi 1973 itu berbahan cupro nikel. Â Ukuran koin 9,72 gram (berat), 1,70 mm (tebal), dan 28,50 mm (diameter). Tanggal penerbitan 2 Januari 1974 dengan tanggal penarikan 25 Juni 2002.
Kembali ke koin Rp 100 emisi 1971. Di kalangan numismatis, ini disebut uang uka-uka. Jadi hanya keterampilan tangan dengan mengubah angka 3 menjadi angka 1. Bila diperhatikan, jarak angka 1 dengan angka 7 berbeda-beda.
Tentu saja ini bermotif ekonomi. Lihat saja bagaimana banyak orang mencari kesempatan di internet, seperti situs jual beli daring dan situs berbagi video. Mereka, tentu saja komplotannya, menyebar isu dengan kata-kata "Dicari dengan harga mahal, koin Rp 100 keluaran 1971". Sampai rambut ubanan pun tidak bakal ditemukan, kecuali hasil rekayasa tadi.