Menurut Pak Budi, keramik terbaik dari dinasti Yuan ada di Nusantara. Memang di Turki dan Iran ada keramik sejenis, namun tidak sebanyak di Nusantara.
Keramik sebagai dekorasi dan status sosial, menurut Pak Budi, ditemukan di berbagai tempat. Keramik Tiongkok banyak menghiasi istana-istana Eropa. Sebagai dekorasi, keramik antara lain menghiasi Masjid Agung Demak.
Nilai keindahan keramik diperhatikan para kolektor. Jadi boleh dibilang keramik-keramik kuno di Marine Heritage Gallery ini kurang bernilai komersial karena warnanya sudah termakan air laut. Memang sekarang yang tersisa berwarna tunggal kecoklatan, bahkan dilapisi karang.
Menurut Ibu Naniek, kalau arkeolog menemukan keramik utuhan justru bingung. Dari pecahan, arkeolog bisa mengetahui teknologi dan bahan, misalnya. Ibu Naniek sering meneliti keramik di banyak situs di Nusantara. Yang menarik, sebuah masjid di Cirebon menggunakan keramik sebagai bagian dari dekorasi. Sebagian gambar diambil dari kitab suci umat Kristiani. Ibu Yusmaini Eriawati juga mengemukakan pecahan keramik yang banyak ditemukan di Trowulan.
Khusus keramik dari laut disampaikan oleh Ibu Zainab Tahir. Bukan bendanya tapi kebijakan dari instansinya. Dikemukakan soal pembentukan Panitia Nasional Benda-benda Muatan Kapal Tenggelam yang dikenal sebagai BMKT pada 1989. Panitia itu dibentuk karena mulai 1985 muncul berita besar tentang penjarahan harta karun laut di perairan Nusantara yang kemudian dilelang di mancanegara. Karena dikategorikan sumberdaya kelautan, maka instansinya menjadi 'lokomotif' bagi benda-benda yang berada di dalam laut, termasuk kapal kuno yang tenggelam.
Perairan kita, sungai dan laut, memang luas. Dulu perdagangan antarnegara dilakukan melalui jalur tersebut. Namun, di tengah perjalanan kadang terjadi bencana alam, peperangan, kerusakan teknis, dan sebagainya sehingga kapal-kapal tersebut tenggelam. Nelayanlah yang pada awalnya berjasa menemukan benda kuno, yang kemudian menjadi buruan pencari harta karun tradisional hingga bangsa asing dengan modal besar.
Sulitnya mengawasi kawasan perairan ditambah kekurangpedulian masyarakat dan pemerintah, mengakibatkan harta dari perairan kita dicuri sindikat-sindikat internasional. Meskipun kemudian investor swasta ikut mengangkat BMKT secara legal, namun itu pun kurang mendukung karena kemudian terjadi moratorium. Sudah mengeluarkan biaya besar, barang-barang tidak boleh dijual. Apalagi sejak terbitnya Undang-undang Cagar Budaya 2010.
Ada teori, biarkan barang-barang tersebut berada di dalam air supaya aman. Namun siapa yang bisa menjamin kalau benda-benda itu tidak dicuri.
Nah, inilah masalahnya sebagaimana mengemuka dalam diskusi tersebut. Yang bikin ironis, ternyata benda-benda adikarya dari perairan Nusantara, justru dimiliki museum di Singapura. Â Pelajaran berharga buat kita. Apalagi sampai kini masih banyak kapal tenggelam belum terangkat ke darat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H