Dulu ranjang besi banyak dipakai oleh keluarga-keluarga Indonesia. Biasanya berukuran besar, artinya bisa untuk dua orang atau lebih. Namun kemudian ranjang besi ditinggalkan masyarakat. Mereka beralih ke ranjang kayu.
Ketika sedang beberes gudang, saya menemukan sebuah ranjang besi. Namun dalam posisi belum dirakit. Saya amati ranjang ini masih sangat kokoh. Sambungannya sangat bersih. Jelas pengelasannya dengan metode sederhana tapi mementingkan kualitas.
Ranjang tersebut merupakan hadiah dari kakak ipar ayah saya ketika ayah saya menikah. Di lemari saya juga menemukan kuitansi pembelian ranjang tersebut. Untung ibu saya selalu menyimpan segala bon pembelian. Yah, semacam hobi bermanfaat untuk masa kini.
Ternyata dibeli pada 27 April 1957 seharga Rp2.100. Pada bagian lain kuitansi tertulis Pabrik Randjang Thay An Kongsie beralamat Jalan Pintu Besar Selatan 72A dengan nomor telepon 1433. Waktu itu pesawat telepon masih dianggap barang mewah. Maka sedikit orang yang mampu memiliki pesawat telepon. Ini tergambar dari adanya nomor empat digit itu. Sekarang nomor pesawat telepon sudah menjadi delapan digit.
Ancer-ancer sih saya tahu alamat Jalan Pintu Besar Selatan. Itu kawasan perdagangan dan perkantoran. Maklum saya sering ke kawasan kota tua Jakarta. Pada 7-13 Oktober 2019 lalu di Taman Fatahillah dan sekitarnya diadakan kegiatan museum dan pameran museum. Saya selalu hadir. Sambil duduk di atas bus TransJakarta saya coba-coba cari tahu alamat yang tertera pada kuitansi.
Kalau dari arah Harmoni, Pintu Besar Selatan dengan nomor genap terletak di bagian kanan. Saya lihat ada nomor 54 lalu nomor 64. Nah, ada beberapa bangunan terlihat amburadul. Pasti tidak ada penghuninya. Pada salah satu bangunan ini, saya duga terletak toko ranjang tersebut. Sayang saya belum menelusuri lebih jauh.
Kata orang-orang sekitar, dulu waktu kerusuhan 1998 banyak bangunan rusak parah dilempari massa. Bahkan banyak barang dijarahi mereka. Kemungkinan para pemilik toko ini mengungsi ke luar negeri dan tidak kembali lagi.
Semoga nanti saya ada waktu untuk menelusuri kembali cerita dari sepotong kuitansi kuno ini. Kisah Jakarta tempo dulu memang bisa ditelusuri dari berbagai benda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H