Beberapa hari lalu pada acara festival museum di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta, saya didatangi dua orang. Pertama, yang satu membuka barang dari bungkusan kertas koran. Berwarna hijau seperti batu giok. Ia menanyakan bacaan pada batu tersebut. Anehnya, lapisan pada batu tersebut terkelupas dan compang-camping, mungkin supaya ada kesan antik. Saya pegang rasanya dingin sekali. Seperti baru keluar dari termos.
Beberapa tahun lalu saya pernah memegang batu giok asli tapi tidak dingin seperti itu. Insting saya itu barang baru. Maklum saya kan arkeolog. Untung gak ketipu.
Ia bilang ada kuli sedang gali tanah nemu barang ini. Pernah ditawar sopir angkot tapi murah. Saya tanya lagi, menurutnya dari kedalaman 2,5 meter. "Oh mungkin bekas kuburan jadi benda itu dimasukkan ke dalam peti," kata saya sambil menahan senyum.
Saya hanya sempat memotret benda ini. Padahal ada tiga benda yang ditawarkan. Ketika saya posting di media sosial, beberapa teman berkomentar itu barang imitasi. Ada lagi mengatakan itu barang palsu, di pasar loak Jatinegara banyak.
Tak diragukan lagi, batu giok diminati masyarakat karena indah sehingga menjadi batu perhiasan. Selain itu batu giok bisa digunakan untuk terapi kesehatan. Saya pernah tanya kepada orang yang mengerti bahwa batu giok asli memiliki indeks warna yang kuat, sehingga jika dilihat dalam ruangan atau luar ruangan, warna batu giok asli tetap sama atau tidak berubah. Sedangkan yang palsu akan ada perbedaan warna, di luar ruangan berwarna hijau dan dalam ruang menjadi hijau gelap atau hitam.
Hal lain batu giok asli memiliki ketahanan kilau hingga puluhan tahun, sedangkan giok palsu akan cepat memudar seiring waktu berjalan.
Nah, saya harap teman-teman berhati-hati. Upaya penipuan pasti akan dilakukan dengan berbagai cara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H