Kamis, 3 Oktober 2019 dan Jumat, 4 Oktober 2019 saya diundang oleh Asosiasi Museum Indonesia (AMI) pusat untuk menghadiri acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) AMI dan AMIDA (AMI Daerah). Saya mewakili Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Ada lagi tiga komunitas yang diundang. Kami berempat berstatus peninjau.
Kegiatan Rapimnas dibuka oleh Ketua Umum AMI Pusat Pak Putu Supadma Rudana, setelah sebelumnya Sekretaris Jendral AMI Pusat Pak Sigit menyampaikan laporan. Yang membanggakan, pada masa 2019-2024 Pak Putu juga akan menjalankan tugas sebagai wakil rakyat di DPR. Saya dan teman-teman keluarga museum tentu berharap Pak Putu akan berjuang untuk perkembangan museum dan komunitas museum.
Menjadi ketua umum memang sulit, apalagi museum. Mungkin karena bukan jabatan strategis. Perlu diketahui, kepengurusan masa bakti 2014-2019 telah berakhir pada Mei 2019 lalu, maka pengurus AMI dan utusan Rapimnas mendorong segera terlaksananya Munas. Kepengurusan masa bakti 2019-2024 harus terbentuk untuk mengaktifkan roda organisasi.
Mengingat para pelopor AMI berasal dari Barasmus DIY, Himusba Bali, dan Paramita Jaya DKI Jakarta, maka peserta Rapimnas menunjuk tiga utusan AMIDA itu sebagai pimpinan sidang. Mereka adalah Ki Bambang dari Barahmus, Pak Yiyok dari Paramita Jaya, dan Pak Ketut dari Himusba.
Akhirnya 13 utusan AMIDA dari 19 AMIDA di seluruh Indonesia, secara musyawarah dan mufakat memilih kembali Pak Putu sebagai Ketua Umum AMI Pusat masa bakti 2019-2024. Â Bersama tujuh formatur, akhirnya terbentuk susunan pengurus AMI Pusat dengan sedikit penyederhanaan dari susunan sebelumnya. Pada kepengurusan kali ini, komunitas dilibatkan untuk membantu kesekretariatan.
Oh ya, dalam sidang antara lain disepakati sedikit perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Organisasi telah terbentuk. Semoga ada tiga hal yang melekat pada keluarga museum, yakni rasa memiliki, rasa bagian dari dirinya, dan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan permuseuman.
AMI merupakan nama baru dari perkumpulan museum di seluruh Indonesia. Sebelumnya bernama Badan Musyawarah Museum Indonesia (BMMI). BMMI dideklarasikan di Yogyakarta pada 28 Oktober 1998. Nama AMI disepakati pada Musyawarah Nasional II BMMI 12-14 Juli 2004 di Cisarua, Bogor.
Pada awalnya AMI, yang berupa asosiasi museum sebagai lembaga, diisi museum-museum pemerintah. Karena itu pejabat museum bisa dimutasi kapan saja dan ke mana saja. Akibatnya ketua AMIDA yang dijabat kepala museum bisa berhenti berkegiatan. Selanjutnya bergabung museum-museum swasta.