Kalau mau cepat dikenal, buatlah pernyataan yang kontroversial. Beberapa tahun lalu ada 'ilmuwan' yang menyatakan Candi Borobudur dibangun oleh Nabi Sulaiman. Sontak pendapatnya ramai dibicarakan. Meskipun tulisannya berbau mitos dan dongeng, namun tetap saja banyak orang  percaya.
Ada lagi pendapat adanya beberapa gerbong emas di Gunung Padang. Semuanya bisa untuk membayar hutang negara. Ini pun ramai diperbincangkan sehingga didengar tim khusus kepresidenan dan jadilah proyek cari duit.
Beberapa hari lalu, muncul pendapat dari Bapak Ridwan Saidi yang menyatakan Kerajaan Sriwijaya hanya dongeng atau fiktif. Tidak ada jejaknya di Nusantara, katanya lagi. Bahkan Sriwijaya hanya sebatas kelompok bajak laut dari Koromandel. Pendapat engkong atau babe itu ditayangkan dalam dua video.
Karena ada media sosial, video tersebut menjadi viral. Mungkin telah diakses lebih dari 100.000 kali. Padahal, untuk video sejenis yang berkategori 'waras' diakses 1.000 kali pun sudah termasuk luar biasa.
Banyak arkeolog dan sejarawan tidak menerima 'teori' tersebut. Â Engkong dianggapnya lagi 'pikun'. Apalagi ia tidak berkapasitas sebagai peneliti sejarah Palembang. Entah atas dasar apa engkong berpendapat begitu.
"Jelas ngawur, sebuah temuan harus diuji oleh forum ilmuan sebidang agar ada pengakuan, tidak bisa asal berpendapat," kata Farida, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Sumatera Selatan. Â Begitu saya kutipkan sepenggal berita dari www.cnnindonesia.com.
Kecaman juga datang datang dari Retno Purwanti, arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Apalagi engkong berpendapat Prasasti Kedukan Bukit, salah satu sumber utama Sriwijaya, ditulis menggunakan bahasa Armenia. Padahal, prasasti tersebut beraksara Palawa dan berbahasa Melayu Kuno.Â
Pertanggalannya 604 Saka atau identik dengan 682 Masehi. Â Prasasti antara lain menyebutkan seorang bernama Dapunta Hyang yang berangkat dari Minanga Tamwan naik perahu bersama bala tentara, kemudian tiba di Matayap, dan akhirnya membangun kota Sriwijaya setelah berhasil menaklukkan beberapa daerah. Demikian informasi dari Kamus Arkeologi Indonesia 2, 1985.
[Lihat Prasasti Kedukan Bukit di sini... sumber 1]
Engkong menuding kebanyakan peneliti sejarah dan arkeologi salah dan ngelantur memahami aksara dan bahasa dalam prasasti. Hehehe...rupanya engkong ahli epigrafi nih.