Seperti pada tahun-tahun lalu, kali ini pun Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Harkitnas, demikian biasa disingkat, berawal dari pendirian organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Jadi tahun ini telah menginjak usia 111 tahun, deretan angka bagus tentunya.
Peringatan Harkitnas yang dimulai pukul 07.00 itu diikuti banyak kelompok masyarakat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seperti pegawai, siswa SD hingga mahasiswa, komunitas, pramuka, dan guru. Bertindak sebagai pembina upacara Direktur Jenderal Kebudayaan Pak Hilmar Farid.
Pada kesempatan itu Pak Hilmar membacakan sambutan Menkominfo. Beliau mengawalinya dengan kisah tentang sumpah Amukti Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Konon, Mahapatih Gajah Mada tidak akan menghentikan mati raga atau puasanya sebelum mempersatukan Nusantara.
Menkominfo mengimbau agar kita bersatu dengan semangat bergotong royong. Â Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Demikian Menkominfo mengutip pidato pendiri bangsa, Presiden Sukarno. Â
"Jangan biarkan perbedaan memecah belah persatuan, melainkan jadikanlah sebagai alat dalam membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia," begitulah himbauan Menkominfo.
Usai upacara Harkitnas, peserta diperkenankan melihat-lihat pameran lukisan tokoh dan peristiwa sejarah. Materi pameran merupakan hasil  lomba lukis bulan lalu yang diikuti para peserta dari wilayah Jabodetabek. Lukisan para nominator dan pemenang dipamerkan di sana. Pameran mulai berlangsung 14 Mei lalu dan akan berkahir pada 31 Mei 2019.
Di ruang lain Direktorat Sejarah mengumumkan pemenang kompetisi vlog bertema "Sosok Guru Sejarah Favoritmu". Ada enam pemenang yang berasal dari para siswa SMTA. Mereka memperoleh berbagai hadiah seperti laptop dan ponsel dari Direktorat Sejarah yang diberikan oleh Direktur Sejarah Ibu Triana Wulandari dan Dirjen Kebudayaan Pak Hilmar Farid.
Pelajaran sejarah dikenal membosankan. Maka harus dicari cara lain agar para siswa mengingat atau mengenang peristiwa sejarah. Kalau kepada guru sudah sering dilakukan, maka kali ini lewat generasi milenial dan kecanggihan teknologi, begitu kira-kira kata Pak Hilmar.