Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hang Tuah Naik Haji, Fiktif atau Nyata?

3 Desember 2018   20:33 Diperbarui: 4 Desember 2018   02:55 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filolog Aditia Gunawan, pemandu diskusi (Dokpri)

Setelah dua bulan di laut, ia tiba di pelabuhan Jeddah. Hang Tuah memutuskan untuk singgah di Jeddah supaya bisa berziarah ke makam Siti Hawa, melihat ka'bah, dan ke Madinah.

Pengarang menyebut tanggal kejadian itu (886 H atau 1482 M) serta nama "Raja Mekkah dan Madinah", yakni Syarif Ahmad dan Syarif Baharuddin. Kedua-duanya anak Zainul Abidin. Sayangnya, kedua nama tidak dapat diidentifikasi.

Kemudian, Hang Tuah berjalan ke Mekkah bersama Malik Rastal. Dalam perjalanan, ia berjumpa seorang tua yang memintanya uang, lalu memberikannya sebuah cembul, yang airnya bisa memungkinkan Hang Tuah menguasai segala bahasa di dunia. Orang itu tidak lain dari Nabi Khidir, yang kemudian gaib dari penglihatan.

Para peserta diskusi (Dok. Aditia Gunawan)
Para peserta diskusi (Dok. Aditia Gunawan)
Banyak kekeliruan

Menurut Henri, banyak kekeliruan dalam teks Hikayat Hang Tuah. Ketidakhadiran agama Islam tampak nyata dalam kosa kata bersifat Islam yang paling umum tidak satu kali pun disebut, misalnya sholat, syahadat, kiblat, khotbah, zikir, tasbih, azan, puasa, zakat, ramadhan, muslim, iman, tauhid, hakim, fikih, talak, tafsir, tarekat, dakwah, hadis, juz, madrasah, sunna, akhlak, dan saleh.

"Kisah naik haji bukan rekaan pengarang hikayatmya, melainkan pinjaman pada teks yang telah ada, sebagaimana terbukti oleh aspek faktual adegan itu, perbedaan gayanya dengan keseluruhan hikayat, dan terutama karena disebut tanggalnya (886 H, 1482 M)," demikian Henri. 

Jadi adegan itu menceritakan kisah naik haji seorang nyata, yang lain dari Hang Tuah. Kisah itu mungkin sekali tertulis dalam bahasa Arab. Oleh karena kekeliruan tentang makam Ibrahim (yang dikirakan kuburan) dan Hajar al-aswad (yang dikirakan terletak dalam Ka'abah) rupanya adalah kesalahan terjemahan. Begitu lanjut Henri.

Filolog Aditia Gunawan, pemandu diskusi (Dokpri)
Filolog Aditia Gunawan, pemandu diskusi (Dokpri)
Banyak pertanyaan terlontar dalam diskusi tersebut. Misalnya tentang legitimasi politik, perjalanan naik haji itu fantasi atau nyata, dan di manakah makam Hang Tuah: Malaka atau Indonesia.

Henri menjawab, Hang Tuah memiliki beberapa makam tapi yang diterima makamnya di Malaka. Masalah Hang Tuah juga masih memerlukan penelitian, terutama ada pendapat Hang Tuah seorang Tionghoa. Tantangan buat para filolog tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun