Koleksi filologika lumayan banyak tersimpan di museum, berupa manuskrip tulisan tangan, mushaf Al-Qur'an, dan beraneka naskah tulisan tangan lain dari masa Kesultanan Melayu hingga pengaruh bangsa asing yang datang ke Lingga.
Koleksi lain berupa koleksi geologika, historika, numismatika/heraldika, seni rupa, dan teknologika.
Museum Linggam Cahaya dibangun dua lantai. Sayang, setiap lantai tidak memiliki ruangan. Jadi dibiarkan terbuka sehingga 'merusak' alur pameran. Perlu ada pembenahan tentunya.
Di lantai atas, terdapat fosil hewan langka yang menurut mitos dikenal sebagai gajah mina. Di dekatnya ada beberapa gramofon, yang salah satunya masih berfungsi. Ada lagi tanda alarm yang masih berbunyi apabila diputar.
Sebagai museum yang jauh dari jangkauan penduduk luar, keberadaan museum ini tentu membanggakan. Maklum semacam museum di tengah laut yang sulit akses. Tempat pelestarian benda-benda budaya kebesaran Lingga ini memang masih perlu dikembangkan. Apalagi Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga ini merupakan sedikit dari dinas yang berdiri sendiri sehingga kegiatan bisa terfokus. Bandingkan dengan daerah-daerah lain yang digabung dengan Pariwisata atau Pendidikan, bahkan dengan Pemuda dan Olahraga. Di dalam kompleks museum masih terdapat tanah kosong cukup luas. Paling tidak bisa untuk storage, ruang transit, atau laboratorium konservasi.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H