Sore itu, 10 Oktober 2018, begitu usai registrasi, saya dipersilakan mencicipi makanan ringan yang ada di halaman Gedung Kesenian Jakarta. Maklum, seperti tahun-tahun lalu, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengadakan hajatan besar berupa Apresiasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Saya coba cicipi Pupu, penganan dari Sulawesi Barat.
Pupu terbuat dari campuran  ikan, kelapa, dan bumbu. Bentuknya segitiga. Rasanya cukup gurih dan lezat, bahkan ada sedikit pedas. Setelah itu, saya coba kunyit asam dan sereh. Yang ini berupa minuman. Yah, lumayan, anggap saja jamu.
Kapurung merupakan sasaran selanjutnya. Makanan ini berasal dari Sulawesi Selatan. Terbuat dari bahan baku sagu yang disiram dengan air panas. Kapurung disajikan dengan sayuran berkuah dan ikan. Â
Di sela-sela menyantap, saya pun melihat-lihat panel pameran di dekat tempat registrasi. Ada foto dan uraian tentang obyek-obyek yang terpilih, tentu saja dari 30 provinsi.
Berikutnya saya cicipi pindang patin dari Palembang. Masakan ini berkuah, merupakan campuran serai, kunyit, lengkuas, cabai, dan asam kandis. Woi lumayan, ada asam, pedas, dan hangat.
Tidak ketinggalan saya cicipi masakan tradisional Aceh, keumamah. Asalnya dari ikan tongkol atau cakalang. Biasanya keumamah dihidangkan pada pesta adat. Sebenarnya masih ada lagi beberapa kuliner tradisional. Namun apa mau dikata, daya tampung perut sudah tidak muat.
Itulah kegiatan yang mengawali acara inti berupa Apresiasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018. Tahun ini terdapat 225 karya budaya yang ditetapkan. Karya budaya itu dibagi menjadi lima kategori, yakni:
- tradisi dan ekspresi lisan
- seni pertunjukan
- adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan
- pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan
- kemahiran kerajinan tradisional.
Seperti halnya di halaman luar, di dalam gedung pun diisi dengan pementasan kesenian tradisional dari berbagai daerah. Â Ada 30 provinsi terwakili dalam penetapan itu. Entah, apakah tidak ada kebudayaan lokal di provinsi yang tidak berpartisipasi. Obyek setiap provinsi pun beragam. Ada yang cuma satu sampai tiga, namun ada juga yang lebih dari sepuluh. Jelas, kebudayaan yang tersisa amat beragam. Ada yang masih terlestarikan, pasti ada yang sudah punah.