Ruang tidur pada bagian kiri pernah bocor. Sisa-sisa air masih tampak pada langit-langit. "Saya betulin sendiri aja, kalau nunggu pemerintah lama,' kata Ibu Japto.
Setiap menjelang hari proklamasi, rumah Djiaw banyak didatangi orang. Tadi pagi saja ada beberapa rombongan dari Jakarta dan Bogor. Beberapa pedagang makanan dan minuman memenuhi halaman rumah Djiaw. Mereka mengais rezeki dari kunjungan itu.
Pada prinsipnya rumah Djiaw buka sekitar pukul 09.00-18.00. Maklum, bagian belakang yang menyatu dengan bagian depan sudah diperbaiki, jadi digunakan sebagai tempat tinggal. Bagian belakang sudah tidak asli karena ditembok.
Perhatian pemerintah daerah ternyata masih kurang. Hanya Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pernah membantu pembuatan gapura kecil di depan rumah. Tadi tampak ramai pernak-pernik bernuansa merah putih. 'Itu dana kami sendiri," kata Ibu Japto.
Pak Rushdy Hoesein ibarat mendongeng sejarah proklamasi dalam kumpul di Rengasdengklok tadi. Dia bercerita panjang lebar. Para generasi muda tampak serius mendengarkan.
Pak Rushdy beberapa kali bilang Jas merah atau jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Bukan jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Kata Pak Rushdy, meninggalkan berbeda makna dengan melupakan.
Seusai dari rumah bersejarah, para peserta diajak melihat lokasi Sungai Citarum tempat rumah Djiaw pernah berada. Selanjutnya ke Monumen Kebulatan Tekad, yang dulu menjadi markas PETA.