Jayabaya pernah meramal demikian, "Akan datang bangsa berkulit kuning dari Utara, berperawakan tidak tinggi, pendek pun juga tidak. Mereka itu nanti akan menduduki tanah Jawa, namun hanya seusia tanaman jagung". Â Begitulah orang-orang pada masa kemudian menafsirkan bangsa yang dimaksud adalah Jepang. Menurut buku-buku sejarah, Jepang menduduki Nusantara pada 1942-1945. Kekuasaan yang seumur jagung.
Banyak orang menganggap kiprah Jepang di Nusantara merugikan bangsa Indonesia. Istilah seperti rodi, romusha, dan jugun ianfu masih tetap dikenang sampai sekarang. Ketiga istilah itu mengacu pada kekejaman yang dianggap tidak manusiawi.
Jepang di masa itu dikenal dengan propaganda untuk mengambil hati rakyat Indonesia. Mereka menyebut diri sebagai "saudara tua", bahkan menganggap Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, dan Nippon pemimpin Asia.
Berbagai sumber sejarah tentang Indonesia dan Jepang tergambar dalam foto, poster, kliping media cetak, dan lukisan/sketsa yang dibuat dan ditulis semasa pendudukan Jepang. Sumber-sumber itu dipamerkan di Perpustakaan Nasional pada  mulai 2-10 Agustus 2018. Pameran terselenggara berkat kerja sama Direktorat Sejarah dengan Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Lembaga Kantor Berita Nasional 'Antara', dan Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia.
Beberapa media cetak yang terbit masa itu, seperti koran Tjahaja, koran Soeara Asia, majalah Djawa Baroe, majalah Pradjoerit, dan majalah Pandji Poestaka memberi informasi berharga tentang suasana sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia. "Indonesia pasti Merdeka, sebelum djagoeng berboenga," demikian kata Soekarno. Kata-kata demikian tertulis sebagai kepala berita di koran Tjahaja.
Dalam pameran kita bisa saksikan opini Soekarno terkait hubungan kerja sama dengan penguasa yang dimuat dalam majalah Pandji Poestaka, No. 22. 5 September 1942. Ada lagi sejumlah sketsa karya Saseo Ono, lukisan cat minyak tentang perundingan Kalijati, kartupos yang ditulis tawanan perang, dan foto tentang tawanan perang. Ada sekitar 70 materi pameran bisa dilihat di Perpustakaan Nasional loh.
Pameran dikuratori oleh Oscar Motuloh dari Galeri Foto Jurnalistik 'Antara'. Selain pameran, pada acara pembukaan diselenggarakan seminar kesejarahan yang mengusung topik "Hubungan Indonesia -- Jepang dalam Lintasan Sejarah".
Menurut Direktur Sejarah, Ibu Triana Wulandari, kegiatan pameran dan seminar berkaitan dengan peringatan 110 tahun Kebangkitan Nasional dan 60 tahun hubungan Indonesia-Jepang. Hubungan diplomatik Indonesia-Jepang, sebagaimana dituturkan Direktur Jenderal Kebudayaan Pak Hilmar Farid, terjalin sejak ditandatangani Perjanjian Perdamaian Jepang-Indonesia pada 20 Januari 1958. "Sejak saat itu Indonesia dan Jepang telah menjadi mitra strategis, hubungan keduanya terus menguat dalam berbagai aspek, tidak hanya ekonomi dan politik, namun juga sosial dan budaya," kata Pak Hilmar.