Dulu kita menganggap dokumen akan aman apabila sudah dilaminating. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, laminating adalah melapisi barang yang tipis dengan lapisan tebal (keras) pada kedua sisinya. Biasanya laminating dilakukan terhadap kartu pelajar, kartu mahasiswa, ijazah, dan dokumen penting lain. Banyak tempat usaha fotokopi menyediakan jasa laminating.
Laminating menggunakan sebuah mesin yang dipanaskan dengan listrik. Dokumen yang akan dilaminating diletakkan pada plastik laminating yang memiliki dua lembaran. Ada berbagai ukuran plastik laminating, mulai terkecil berukuran KTP, hingga terbesar berukuran ijazah. Lewat proses laminating, maka bagian atas dan bawah dokumen akan menempel.
Jangan coba-coba membuka dokumen yang sudah dilaminating itu. Pasti akan menempel pada plastik. Jadi malah akan merusak dokumen. Itulah kelemahan laminating.
Sebenarnya menurut pakar-pakar konservasi, laminating kurang baik buat dokumen. Diyakini dokumen akan cepat rusak karena tidak adanya udara di dalam plastik laminating.
Pada bagian sisi atas, bawah, samping kiri, dan samping kanan ada sedikit celah. Itulah salah satu bentuk pengamanan dokumen.
Diceritakan begitu, saya cuma bisa menghibur diri. Yah ampun, selama ini apa yang saya lakukan kurang baik. Laminating dokumen saya boleh dibilang laminating mati. Sementara laminating yang dipamerkan berupa laminating hidup karena tidak rapat 100%.
Pameran juga menampilkan beberapa naskah dan bahan pustaka yang telah dikonservasi dan dialihmediakan. Tampak sebuah naskah kuno. Naskah aslinya sudah rusak dimakan rayap karena menggunakan kertas daluwang. Apalagi naskah itu sudah berusia puluhan tahun.
Untunglah, biarpun bagian pinggir sudah rusak, aksara-aksara pada naskah masih jelas terlihat. Menurut petugas, naskah-naskah tersebut difoto dengan resolusi tinggi. Setelah itu hasil bidikan disimpan di dalam komputer. Barulah kemudian dicetak. Adanya teknologi digital mampu menyelamatkan naskah kuno.