Setelah jarang menulis di koran, akhirnya tulisan saya dimuat di Kompas, edisi Selasa, 26 Juni 2018. Tulisan itu diberi judul "Pelibatan Publik dalam Arkeologi". Saya memang lulusan arkeologi UI dan bergiat di komunitas yang bernama Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Boleh dibilang saya Arkeolog Tanpa Kantor atau pekerja mandiri.
Terus terang, sejak media cetak terdesak media daring, saya jarang sekali menulis di media cetak. Paling-paling menulis di blog pribadi dan beberapa platform blog. Memang terasa beda. Kalau menulis di blog tanpa disunting oleh redaksi atau admin dan tanpa honorarium. Sebaliknya menulis di Kompas, disaring secara ketat oleh redaksi, karena itu honorariumnya cukup besar.
Sesekali sih saya menulis untuk buletin museum dan buletin beberapa instansi. Juga untuk pameran museum atau publikasi tercetak lain. Â Â
KPBMI terbentuk tahun lalu. Saya sendiri sebagai dewan penasihat bersama Berthold Sinaulan dan Sri Hartati Trisna Dewi. Kami bertiga sama-sama lulusan arkeologi. Pengurus komunitas terdiri atas generasi milenial lintas perguruan tinggi dan lintas disiplin. Ada yang dari arkeologi dan sejarah, ada pula pendidikan sejarah dan disiplin lain. Pokoknya mereka lulusan baru dan mahasiswa. Â Generasi milenial ini pula yang mengurus akte notaris sehingga KPBMI leluasa berkegiatan.
Dalam berkegiatan, KPBMI bekerja sama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (PCBM) dan beberapa museum. Direktorat PCBM paling mendukung kegiatan KPBMI. Untuk itu, terima kasih yang tak terhingga buat Pak Harry Widianto, yang sebentar lagi akan pindah tugas di Balai Arkeologi Yogyakarta. Terima kasih juga untuk Pak Judi Wahjudin, Kepala Subdirektorat Program, Evaluasi, dan Dokumentasi PCBM.
Kami berkegiatan di bidang Sepurmudaya, yang merupakan singkatan dari Sejarah, Purbakala, Museum, Budaya. Multitema, multi kegiatan, dan dilakukan di dalam ruangan (indoor), itulah umumnya yang kami lakukan. Sesekali kami melakukan blusukan bangunan cagar budaya.
Ada beberapa kegiatan yang pernah kami laksanakan, yakni lokakarya penulisan, lokakarya pemandu museum, diskusi budaya Tionghoa, sinau aksara dan bedah prasasti, peluncuran komik cagar budaya dan museum, bedah buku novel sejarah, lokakarya komik, dan blusukan. Dalam berkegiatan, KPBMI didukung pula oleh Museum Nasional, Museum Sejarah Jakarta, Museum Basoeki Abdullah, dan Museum Kepresidenan Balai Kirti Bogor. Kami juga sudah melakukan pendekatan dengan museum-museum lain.
Dalam tulisan tersebut saya banyak menyinggung kegiatan sinau aksara dan bedah prasasti. Kegiatan ini sudah dua kali dilaksanakan di Museum Nasional. Pada kegiatan pertama, peserta mempelajari aksara Pallawa, lalu pada kegiatan kedua aksara Jawa kuno.