Terungkap dari cerita Anik, pada saat sidang Konstituante di Bandung (1957), Mangunsarkoro pulang ke Jakarta naik mobil. Beliau tidak punya uang untuk naik pesawat. Pada zaman itu, pemimpin membiayai sendiri kegiatan karena keuangan negara terbatas.
Yang unik, waktu dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mangunsarkoro sengaja memakai sarung, peci, dan jas karena dianggap lambang kenasionalan dan kerakyatan. Karena itu beliau dikenal dengan sebutan "Mangun Sarungan".
Kemampuan menulis
Rushdy Hoesein, pemateri lain, sangat kagum dengan kemampuan menulis Mangunsarkoro. "Saya sih paling nggak bisa nulis. Paling nulis di Facebook," kata Rushdy.
Pada diskusi terungkap bahwa Ketua Kongres Pemuda 27-28 Oktober 1928, Soegondo Djojopoespito, belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Pernah beberapa kali diajukan tetapi selalu gagal. Soalnya, dokumentasi tentang Soegondo masih langka.
Dulu di bawah tekanan Belanda memang segala kegiatan diawasi ketat, termasuk soal foto. Apalagi waktu itu keberadaan fotografi masih terbatas. Semoga ada pertimbangan lain soal Soegondo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H