Selasa, 30 Januari 2018 saya mendapat undangan dari Paramita Jaya, singkatan dari Perhimpunan Antar Museum di Jakarta Raya. Paramita Jaya dibentuk 10 November 1987. Acaranya bertajuk Temu Museum/Galeri/Monumen se-Jakarta dengan tema "Membangun Sinergitas, Meningkatkan Integritas". Selain kepala museum atau yang mewakili, hadir mitra museum yang terdiri atas pemerhati museum dan komunitas.
Acara dibuka oleh Ketua Paramita Jaya Yiyok T. Herlambang. Inilah kegiatan kedua Paramita Jaya, setelah 13 Januari 2018 lalu menyelenggarakan Kumpul-kumpul Komunitas.Â
Museum memang kurang memperoleh perhatian dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terlihat anggaran untuk museum relatif kecil, bahkan ada yang sangat kecil. Bayangkan, ada museum di daerah yang cuma mendapat anggaran Rp19 juta setahun. Ya ampun, untuk membeli apa anggaran segitu. Mana bisa untuk penambahan koleksi yang harus dibeli.
Di beberapa daerah pun institusi museum dikerdilkan. Kalau tadinya kepala museum bereselon 3, kini bereselon 4. Museum Sri Baduga di Bandung, misalnya, telah mengalami penurunan status.Â
Padahal museum ini tahun lalu diganjar Museum Provinsi Terbaik dalam Anugerah Museum oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pernah mendapat anugerah Pemerintah Provinsi Peduli Cagar Budaya dan Museum dalam Anugerah Cagar Budaya dan Museum beberapa tahun lalu.
Masalah museum yang berada di bawah pemerintah provinsi memang tergantung instansi di atasnya, yakni Kementerian Dalam Negeri.
Bisa jadi kementerian ini kurang memahami fungsi museum. Fungsi museum yang sangat berat tampak dari aktivitas yang dilakukan para tenaga yang bekerja di museum. Mereka harus merawat semua koleksi, memeras keterangan dari setiap objek, menjaga keamanan koleksi-koleksi itu, bahkan memelihara keselamatan gedung.
Keselamatan gedung sangat penting, terutama untuk bangunan yang berkategori cagar budaya. Contoh yang paling jelas kebakaran Museum Bahari di Jakarta Utara, Selasa, 16 Januari 2018 lalu. Museum Bahari menggunakan bangunan cagar budaya dari abad ke-17. Karena itu memperoleh perlakuan khusus, dalam arti tidak boleh sembarangan dipugar sebagaimana bangunan rumah tinggal biasa.
Juni hingga November 2017 lalu salah satu gedung di Museum Bahari dipugar. Sungguh disayangkan, bangunan itulah yang terbakar lalu merembet ke bagian-bagian lain. Dari paparan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Dr. Tinia Budiati, diketahui di bawah atap ada seng. Dulu dimaksudkan agar air tidak bocor ke lantai. Ternyata para petugas pemadaman sulit menyemprotkan air karena terhalang oleh seng itu.
Memiliki minat