Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Sabuk Juara Tinju Chris John Menjadi Primadona di Museum Olahraga Nasional

3 November 2017   19:57 Diperbarui: 5 November 2017   20:25 3008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia pernah menekuni olahraga wushu dan memilih nomor sanshou (perkelahian bebas). Keseriusannya itu ia buktikan ketika ia meraih medali emas SEA Games Jakarta pada 1997. Pada 2000 ia berhasil meraih emas PON XVI Surabaya. Kiprah terakhirnya sebagai pewushu adalah saat meraih medali perunggu SEA Games 2001 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Sebenarnya, sebelum dikenal sebagai pewushu, ia memasuki dunia tinju amatir. Pada PORDA Jateng 1991, ia menyumbang emas bagi Kabupaten Banjarnegara. Pada 1993-1994 ia mulai menapak pada dunia tinju profesional. Siapakah dia? Tidak lain Chris John yang lebih dikenal sebagai petinju.

Juara dunia

Chris John memiliki nama lengkap Yohannes Christian John. Darah petarung Chris John mengalir dari ayahnya, Johan Tjahjadi (Tjia Foek Sem). Ayahnya pernah berkecimpung dalam tinju amatir. Chris John lahir pada 14 September 1979 di Jakarta.

Dalam awal kariernya di ring tinju profesional, Chris John merebut juara nasional kelas bulu pada 1999. Pada 2001 ia menyandang gelar juara Pan Asian Boxing Association (PABA). Sejak itu prestasi Chris John terus menanjak.

Piala berupa sarung tinju milik Chris John (Dokpri)
Piala berupa sarung tinju milik Chris John (Dokpri)
Pada 2003 Chris John menyandang gelar juara dunia WBA sementara. Sejak itu ia beberapa kali mempertahankan gelar juara dunia. Karena prestasinya itu, ia dijuluki "The Dragon" (Sang Naga). Apalagi ia berhasil mempertahankan gelar sepuluh kali berturut-turut tanpa putus.

Karier Chris John berakhir pada Desember 2013 ketika ia dikalahkan petinju asal Afrika Selatan, Simpiwe Vetyeka. Setelah pensiun, Chris John merintis karier sebagai promotor dengan meluncurkan program tinju di televisi swasta untuk menjaring bibit-bibit muda.

Selama berkarier, Chris John telah 52 kali naik ring. Hasilnya sungguh fantastis. Ia menang 48 kali, di antaranya 22 menang KO. Selain itu, seri tiga kali dan kalah sekali.

Sabuk juara

Perjalanan prestasi Chris John bisa dilihat di Museum Olahraga Nasional di kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di museum itu koleksi Chris John terpajang di lantai tiga. Sabuk juara Chris John menjadi primadona di Museum Olahraga Nasional. Sabuk itu diserahkan oleh Chris John pada 2014 lalu.

"Banyak atlet berprestasi menyerahkan benda koleksinya untuk dirawat dan dipajang di dalam museum. Dengan demikian koleksi museum semakin bertambah dan beragam," kata Kepala Museum Olahraga Nasional, Herman Chaniago.

Chris John dengan sabuk juara dunia (Sumber: Patriot yang Membahana, Museum Olahraga Nasional, 2016)
Chris John dengan sabuk juara dunia (Sumber: Patriot yang Membahana, Museum Olahraga Nasional, 2016)
Karena keterbatasan anggaran, tentu saja koleksi atau memorabilia yang diminta pihak museum disesuaikan dengan kebutuhan. Banyak atlet mau menyerahkan bendanya ke Museum Olahraga karena bisa terawat dan dipajang untuk memberikan inspirasi kepada pengunjung khususnya generasi muda.

Biasanya dalam pameran di daerah, Museum Olahraga Nasional menyertakan koleksi-koleksi primadonanya. Sabuk Chris John, misalnya, diminati pengunjung sewaktu acara Program Gowes Pesona Nusantara di Sabang, Mei 2017 lalu. Lalu pasangan Piala Thomas dan Uber dari cabang bulutangkis menjadi primadona dalam pameran museum menyambut Hari Museum Indonesia di Manado, 19-25 Oktober 2017 lalu.

Ayo, carilah insprirasi dan motivasi dari museum. Cukup murah memasuki museum ini, yakni Rp5.000.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun