Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Kuliner Kaledo dari Palu: Tak Dapat Daging dan Jeroan, Tulang Pun Jadi

5 Oktober 2017   11:41 Diperbarui: 5 Oktober 2017   12:29 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan 150 warisan budaya takbenda diakui negara untuk tahun ini. Pengakuan tersebut merupakan upaya perlindungan warisan budaya di Indonesia agar tidak punah.

Ke-150 warisan budaya takbenda itu ditetapkan sesuai dengan Konvensi UNESCO tahun 2003, meliputi tradisi dan ekspresi lisan; seni pertunjukan; adat-istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan; pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; dan kemahiran kerajinan tradisional. Perayaan dan penyerahan sertifikat dilaksanakan di Gedung Kesenian Jakarta, 4 Oktober 2017.

Kegiatan itu merupakan perhelatan tahunan yang diselenggarakan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, sebelumnya bernama Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya. Pada awalnya terdapat 416 usulan karya budaya dari dinas seluruh Indonesia. Kemudian disaring berdasarkan kelengkapan formulir dan data pendukung. Langkah selanjutnya adalah memverifikasi karya budaya langsung ke lapangan.

Yogyakarta terbanyak

Seluruh provinsi terwakili dalam kegiatan ini. Raihan terbanyak oleh D.I. Yogyakarta dengan 18 karya budaya. Penghargaan diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kepada Gubernur D.I. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X.  Turut hadir lima gubernur dan satu wakil gubernur dari provinsi lain. Selebihnya diwakili oleh kepala dinas kebudayaan masing-masing provinsi.

Atraksi kuda lumping menjelang pembukaan (Dokpri)
Atraksi kuda lumping menjelang pembukaan (Dokpri)
Acara malam itu diisi dengan berbagai kesenian beberapa daerah, antara lain dari Provinsi Banten, D.I. Yogyakarta, Riau, Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta. Puncak acara ditutup dengan menari polonais dengan melibatkan Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, dan beberapa tim ahli.

Kuliner khas

Sebelum acara dimulai para undangan disuguhi beberapa kuliner khas dari beberapa provinsi. Saya sempat mencicipi tempe khas Klaten. Disediakan kecap berbumbu untuk membuat sedap tempe. Sebagai minuman hangat, saya mengambil wedang uwuh dari Imogiri. Rasanya seperti bir pletok dari Betawi. Kuliner ini disajikan di halaman bawah sebagai tanda selamat datang sejak pukul 17.00.

Tibalah makan malam. Saya mengambil sedikit ayam betutu dari Bali. Masakan ini diolah dengan cara dibakar atau dipanggang di atas bara yang sebelumnya dibaluri berbagai bumbu.

Berhubung perut masih muat, saya coba Kaledo dari Palu, Sulawesi Tengah. Menurut cerita, dulu ada seorang dermawan membagikan daging sapi. Orang Jawa mendapat daging untuk dibuat baso. Orang Makassar mendapat jeroan untuk dibuat soto. Sementara orang Kaili mendapat tulang untuk dibuat kaledo. "Jadi tidak dapat daging dan jeroan, tulang pun jadi," cerita seorang pejabat. Memang  kaledo adalah sop tulang kaki sapi. Dagingnya sih ada tapi cuma sedikit.

Kaledo dari Palu (Foto:dapoeryuyu.com)
Kaledo dari Palu (Foto:dapoeryuyu.com)
Terakhir saya cicipi toge panyabungan dari Mandailing, Sumatera Utara. Saya pikir tadinya sayuran toge. Tidak tahunya merupakan penganan campuran lupis, pulut hitam, tapai pulut putih, candil, santan, dan gula aren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun