Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Menabung Uang, Saya Menabung Tulisan

14 September 2017   11:42 Diperbarui: 14 September 2017   12:20 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lumayan, bisa menabung tulisan (Dokpri)

Biasanya orang menabung dalam bentuk uang. Namun banyak pula yang menabung dalam bentuk nonuang, termasuk saya. Tentu saja ada berbagai jenis tabungan nonuang, antara lain barang elektronik dan perhiasan. Karena hobi menulis artikel, yah tulisan itulah yang menjadi tabungan saya.

Sebelum era digital menguasai dunia, saya sering menulis artikel di berbagai media cetak. Seingat saya, saya mulai menulis sejak 1982 saat masih kuliah. Pada awalnya tulisan saya hanya berkenaan dengan arkeologi, sesuai bidang studi yang saya ambil. Namun lama-kelamaan saya juga menulis bidang-bidang lain, seperti sejarah, museum, budaya, pariwisata, numismatik, astrologi, palmistri, dan pendidikan. Yang pasti, saya tidak bisa menulis politik.

Sejak menjamurnya media-media daring, banyak media cetak terdesak. Media daring memang memiliki kelebihan dibandingkan media cetak. Cepat tayang, itu yang utama, meskipun keakuratannya masih kalah dibandingkan media cetak. Sebaliknya media cetak memiliki kelemahan, yakni harus melalui proses naik cetak dan pendistribusian. Dengan demikian berita media cetak akan relatif lama diterima masyarakat.

Saat ini tentu saja masyarakat memilih berita yang cepat. Berita tentang apa saja bisa diketahui beberapa saat setelah peristiwa itu terjadi. Bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Apalagi yang namanya telepon pintar, bisa terhubung dengan internet. Lewat perangkat mungil itulah masyarakat mengakses informasi.

Terdesaknya media cetak berdampak pada nasib penulis lepas yang biasanya sering mengirimkan opini, 'feature', puisi, atau cerpen. Saat ini hanya sedikit media yang menampung karya masyarakat. Padahal lewat honorarium itulah mereka, termasuk saya, bisa menyambung kehidupan.

Bergengsi

Sejak awal 2016 saya jarang sekali menulis artikel untuk media cetak. Saya tahu keterbatasan mereka. Penghasilan dari iklan menurun drastis. Namun sekali-sekali redaksi media cetak pernah meminta tulisan ke saya. Sejak beberapa waktu lalu memang ada media daring yang menerima tulisan dari luar dan menyediakan honorarium. 

Tulisan tentang feng shui (Dokpri)
Tulisan tentang feng shui (Dokpri)
Untuk meneruskan kebiasaan menulis, sejak pertengahan 2016 saya mengalihkan pemikiran atau uneg-uneg lewat blog publik Kompasiana dan Indonesiana. Juga lewat blog pribadi saya. Memang gaya bahasanya berlainan dan tanpa honorarium. Namun karena sudah terbiasa menulis di media cetak, saya gampang menyesuaikan diri. Yah, hitung-hitung jadi relawan untuk mencerdaskan masyarakat. Yang penting tulisan saya bukan hoax.

Namun menulis dengan gaya bahasa artikel media cetak tetap saya lakukan. Saya anggap saya menabung tulisan. Kalau sewaktu-waktu media cetak komersial atau media cetak instansi memerlukan, saya tinggal memperbaiki gaya bahasa. Mungkin saat ini ada puluhan artikel yang sudah saya buat.

Entahlah apakah ada media daring atau media cetak yang minta tulisan atau tidak. Saya sih tetap sabar menunggu.***  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun