Dulu nenek saya mempunyai bisnis rumahan membuat kecap. Kecap buatan nenek saya sangat disukai tetangga. Karena bisnis rumahan, produksinya tidak banyak. Mungkin karena ketika itu kecap-kecap buatan pabrik masih belum dikenal.
Seingat saya, nenek mempunyai kuali besar. Bahan bakar masih menggunakan kayu. Satu kuali besar itu mampu menghasilkan sekitar 20 botol kecap. Biasanya nenek membuat kecap hanya memenuhi pesanan.
Setelah nenek meninggal, ibu saya yang meneruskan usaha itu. Saya sering membantu ibu saya menyaring kecap langsung dari kuali ke dalam panci. Meskipun agak panas tapi baunya sedap. Kecap yang sudah disaring itu didiamkan satu hari agar benar-benar dingin.
Dipres
Setelah itu tugas ibu memasukkan kecap yang sudah dingin ke dalam botol. Maklum dikerjakan secara manual, jadi batasnya kira-kira saja. Yang jelas beberapa sentimeter dari mulut botol.
Setelah selesai, saya dan ibu membawanya ke pemesan. Ibu membawa masing-masing tiga botol di tangan kanan dan kiri. Saya sendiri membawa masing-masing dua botol. Jadi totalnya sepuluh botol.
Setelah generasi ibu, tidak ada lagi yang bisa membuat kecap. Kini dua alat pres yang pernah digunakan ada pada saya. Yang satu agak tinggi dan yang satu agak rendah. Cukup berat kalau diangkat, mungkin lebih dari sepuluh kilogram, apalagi alasnya menggunakan kayu jati. Kalau dihitung-hitung umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Jadi sudah termasuk benda cagar budaya atau benda antik.
Oh ya, alat pres itu biasa disebut hand punch bottle cropper atau krop tutup botol magnetik. Alat itu berfungsi untuk menekan lempengan logam pada botol yang sudah diisi kecap sehingga kualitas kecap tetap terjaga dan tidak terjadi kebocoran karena keberadaan segel yang baik. Selain kecap, tentu saja alat tersebut bisa digunakan untuk cairan-cairan lain, seperti minuman dan arak.
Ayah saya pernah melakukan eksperimen. Satu botol kecap dipendam di dalam tanah selama setahun. Ternyata masih layak dikonsumsi.