Masih tentang cerita dari kegiatan Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) akhir Juli 2017 lalu. Kali ini sedikit informasi tentang kegiatan perdagangan masa Kerajaan Sriwijaya. Sondang Martini Siregar dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan mengemukakan, sejak abad ke-1 Masehi Pulau Sumatera termasuk di dalam jalur perdagangan internasional, khususnya di daerah pantai Timur.
Menurut Sondang, kontak dagang pertama dilakukan dengan bangsa India dan Tiongkok. Bahkan bangsa India membawa pengaruh masuk dan berkembangnya peradaban Hindu-Buddha di Sumatera Selatan.
Perdagangan yang dominan dilakukan oleh bangsa Tiongkok. Bukti komoditas dagang yang paling banyak dijumpai pada situs-situs arkeologi di Sumatera Selatan adalah fragmen-fragmen keramik Tiongkok. Yang tertua diketahui berasal dari masa Dinasti Tang.
Selain perdagangan internasional, ada pula perdagangan internal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi. DAS Musi hulu dan tengah adalah daerah yang memiliki hasil hutan seperti kemenyan, gaharu, getah damar, dan hasil tambang emas. "Hasil-hasil hutan dan tambang tersebut menjadi barang komoditi yang diminati para pedagang asing pada masa Sriwijaya," kata Sondang.
"Kegiatan perdagangan berpusat di Palembang  dan berlangsung pada abad ke-8---9 Masehi," lanjut Sondang.
Emas dan obat-obatan
Retno Purwanti, juga dari Balai Arkeologi Sumatera cSelatan, menambahkan komoditi perdagangan dari hutan pada masa Kerajaan Sriwijaya sangat laku di pasaran internasional. Berdasarkan sumber Berita Tiongkok dan Berita Portugis diketahui daerah-daerah penghasil komoditi tersebut antara lain Pulau Pisang, Karimun, Kundur, Sabang, Buaya, Lingga, Tiku, Berhala, Bangka, dan Belitung.
"Tempat-tempat tersebut menghasilkan emas, kapur barus, lada, sutra, dan damar. Juga aneka jenis ramuan untuk obat-obatan, madu, belerang, kapas, lilin, dan rotan.
Salah satu bandar pada masa Kerajaan Sriwijaya, kemungkinan berlokasi di Teluk Cengal. Teluk ini berada di pantai Timur Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Â Menurut Nurhadi Rangkuti dari Balai Arkeologi Yogyakarta, penelitian di pesisir tenggara Sumatera menemukan bukti-bukti arkeologis yang sezaman dengan berkembangnya Sriwijaya di Sumatera.
Situs-situs hunian itu mengelompok di tepi aliran sungai rawa pasang surut. Situs-situs tersebut berada di hilir sungai yang lokasinya relatif dekat dengan garis pantai sekarang. "Penduduk masa Sriwijaya tinggal pada rumah-rumah panggung bertiang kayu di lahan basah. Artefak-artefak yang ditemukan sebagian besar berasal dari luar negeri, seperti keramik Tiongkok, manik-manik India, dan kaca-kaca Persia. Dijumpai pula barang-barang lokal terbuat dari tembikar," demikian Nurhadi.
Selain itu, menurut Nurhadi, ditemukan perahu-perahu kuno tipe Asia Tenggara berupa perahu kayu yang dibuat dengan teknik papan ikat menggunakan tali ijuk dan pasak kayu. Bukti-bukti tersebut menunjukkan adanya aktivitas kemaritiman di pantai tenggara Sumatera. "Diperkirakan pantai tenggara Sumatera yang berhadapan dengan Selat Bangka dan Laut Jawa merupakan kawasan okupasi masa Sriwijaya dan masa sebelumnya yang dilengkapi bandar pelabuhan," tegas Nurhadi.***